297 – Cermin.
lupakanlah segalanya, karena aku akan datang kepadamu saat nafasmu memanggilku lagi
Dalam sunyi yang mengungkung semesta itu, Kala terus berjalan. Hingga membuatnya tak tau sudah berapa lama ia meniti jalanan itu. Kala tak lagi bisa membedakan siang dan malam.
Setapak yang ia lewati ini bagai permadani yang dibentangkan di seluruh permukaan bumi. Begitu panjang tanpa bisa terlihat dimana ujungnya berada.
Setapak itu berpagarkan dinding batu yang menjulang tinggi. Membatasi cahaya, membaurkan semuanya dalam satu warna, abu-abu.
Kala merogoh saku celananya. Sekali lagi mencari siapa tau ada benda yang bisa digunakan untuk meminta pertolongan, namun nihil. Tak ada satupun benda yang tersisa di sana. Padahal Kala berharap setidaknya ada selembar kertas yang bisa dipakai untuk melempar ke sembarang arah.
Sepertinya tidak ada gunanya berharap pada saku celana itu lagi. Maka dengan sisa tenaga yang ada, Kala pun kembali berjalan. Menyusuri setapak ini, melewati belokan demi belokan, serta dinding batu yang masih sama.
Namun semakin lama, bukan ujung jalan yang Kala dapatkan. Semuanya masih sama. Setapak yang ia lewati seolah tak ada habisnya. Hingga akhirnya membuat Kala putus asa.
Kala merasa sudah melewati jauh, bahkan mungkin sudah berputar, namun sepertinya tak ada jalan keluar.
Di ujung harapan itu, Kala akhirnya jatuh. Pria itu memeluk lututnya sendiri sambil terus menatap tempat ini dengan sisa harapannya. Kala ingin menangis. Ia ingin berteriak sekencang mungkin. Dadanya terasa sesak menahan semua ini seorang diri. Dan dalam hatinya, Kala ingin semua ini berakhir.
Tolong. . . Gue nggak kuat. . .
Kala pun menyandarkan tubuhnya pada dinding batu itu sambil menengadah. Menerawang jauh ke atas sana.
Dahi Kala mengernyit saat melihat sesuatu yang cukup mencolok di atas sana. Sesuatu yang bersinar terang walau tampak kecil seperti kilau lampu tidur. Sebuah cahaya.
Saat atensi Kala terfokus ke atas sana, cahaya putih itu melebar. Kala dibuat tertegun menyaksikan cahaya itu melahap seluruh gelap yang sejak tadi mengungkungnya. Tembok batu yang memagari setapak itu perlahan luruh, tergantikan oleh terang cahaya dari atas sana.
Dan sebelum tarikan nafas Kala berikutnya, tembok di sekeliling Kala, setapak yang sejak tadi ia lewati, lenyap ditelan cahaya itu.
Cahaya itu lantas mulai membungkus tubuh Kala. Menyelimutinya bagai tilam sutra kualitas terbaik dari China. Dan di detik berikutnya, Kala merasakan tubuhnya melayang. Terbang dibawa cahaya itu menuju tempat dengan sinar putih di sekelilingnya.
Apa gue udah. . . mati?
Begitu batin Kala bersuara, cahaya yang membungkus tubuhnya itu terlepas. Lalu terbang untuk mensejajarkan diri dengan tubuh Kala. Pada saat bersamaan, cahaya itu bersinar terang. Terang sekali. Membuat Kala harus menutup mata karena sinarnya yang begitu terang.
Dan tepat saat kedua matanya kembali terbuka, Kala dibuat terkejut, kaget bukan main. Sebab cahaya putih itu telah berubah menjadi sosok manusia. Yang lebih mengherankan lagi, sosok itu memiliki wajah yang sama persis dengannya. Membuat Kala serasa sedang bercermin, menghadap dirinya sendiri.
“Terima kasih karena sudah bertahan sampai hari ini.” Ucap sosok itu sambil tersenyum lebar kepada Kala.
“Terima kasih? Untuk apa?” Sahut Kala dalam hati.
Bukannya menjawab, sosok itu justru kembali tersenyum dengan begitu lebarnya. Kemudian sosok itu melayang mendekat kepada Kala.
“Kamu hebat, Kala,” ucap sosok itu lagi sambil mengusap kepala Kala.
“Tapi, jalan-jalannya udah cukup ya? Sekarang waktunya Kala pulang. Banyak yang udah nungguin Kala,” tutur sosok itu lagi sambil mengusap lembut kepala Kala.
Ada desir menenangkan yang Kala rasakan setiap kali sosok ini berbicara. Dan entah mengapa, Kala merasa bahwa sosok ini adalah refleksi dari dirinya, entah dimasa yang mana.
“Setelah ini, apapun yang Kala lihat, apapun yang Kala rasain, Kala nggak boleh ngelawan, oke? Kala yang ikhlas, supaya semuanya bisa balik lagi. . .” bisik sosok itu lagi.
“Kala nggak boleh pergi lagi ya. Kala harus menikmati hidup sama mereka. Sama orang-orang yang sayang sama Kala. Oke?” Pinta Sosok itu sambil menatap Kala dengan lembut.
“Tapi. . kamu. .?”
“Aku bakal terus di sini,” sahut sosok itu sambil menunjuk dada Kala. Seolah ia bisa memahami apa yang hendak Kala sampaikan.
“Aku bakal terus nemenin Kala di sini. Karena Kala itu aku, dan aku adalah Kala. Kita ini satu, dan akan saling menguatkan satu sama lain. Jadi Kala nggak perlu takut, ya?”
Di Detik berikutnya, sosok itu kembali maju. Tangannya terulur, lalu menarik Kala untuk masuk ke dalam pelukannya.
Kala merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pelukan sosok itu terasa sangat nyaman. Membuatnya seketika memejamkan mata.
Dalam detik waktu yang tak terhitung, sosok itu berbisik lembut kepada Kala, “Aku sayang sama Kala. . .”
Tepat setelah kalimat itu terucap, tubuh Kala seolah dibanting. Jatuh dengan kecepatan tinggi hingga membuat dadanya terbakar karena kesulitan meraih nafas. Di detik-detik terakhir, tubuh Kala bagai menghantam tanah.
Matanya terbuka. Nafasnya tersengal. Dan pemandangan pertama yang ditangkap oleh kedua matanya adalah sosok Bright dan Dimas yang sedang menatapnya dengan wajah panik.
Itu artinya, Kala berada di rumah.
Ia sudah pulang.
bwuniverr 2021