330 – Perjalanan


Every journey I take, I know I’ll have you watching from afar. Be it good or bad, if I fall, I'll stand up again and continue going. Even though sometimes I might be lonely, I'm never alone. Just looking at your picture is enough to make me happy


Setelah memindahkan kembali barang-barang miliknya dan Dimas ke rumah ini, Bright kini sedang duduk bersisian dengan Kala di sofa ruang tamu. Mulai menceritakan kisah tiga tahun belakangan ini. Tentang perjalanan yang Bright tempuh untuk membawa Kala kembali.

“Jadi.. awalnya tuh karena aku kecelakaan?” Tanya Kala pada Bright setelah pria itu mendengar informasi pertama dari suaminya.

Bright mengangguk. “Waktu itu hari terakhir Dimas ujian di sekolahnya. Kebetulan kamu ada rapat kerjaan, jadi telat jemput Dimas di sekolah.” Ujar Bright. “Hari itu hujan. Deres banget. Bahkan Mas masih inget segelap apa langit waktu itu,” imbuhnya.

Sekilas bayang-bayang langit dengan mega yang bergantungan bagai kandi terlintas di benak Kala. Mendung. Hujan. Kala mulai mengingatnya.

“Waktu itu kamu cuma bilang sama Mas kalau mau jemput Dimas. Mau ngebut soalnya udah telat banget. Dan mas udah punya feeling yang nggak enak banget..” ujar Bright melanjutkan ceritanya. “Tapi Mas pikir ya nggak bakal terjadi apa-apa. Soalnya emang cuaca lagi sering hujan waktu itu. . .”

“. . .tapi ternyata, Mas salah.”

Kala menelan salivanya pahit. “Habis itu. . .?”

“Habis itu, sorenya, Mas dapet telfon dari rumah sakit. Mereka kasih kabar kalau kamu mengalami kecelakaan tunggal di jalan menuju sekolahnya Dimas.”

Deg.

Ciiit—Brakk!!

Kala memejamkan mata. Suara itu. . . bayangan mobil itu. . . jadi dari sana mimpi buruknya itu berasal. Pantas saja Kala merasa tidak asing dengannya.

“Mas boleh lanjutin? Kalo kamu nggak kuat nggak apa-apa sayang, kita lanjutin lain waktu..” ujar Bright yang mulai panik melihat raut wajah Kala.

Sedetik kemudian, Kala membuka mata. Pria itu mengulas senyum kepada Bright, “nggak apa-apa kok, Mas. Dilanjutin aja. . .”

“Kamu yakin?”

“Iya, aku yakin,” jawab Kala mantap. “Aku udah siap dengerin semuanya.”

Bright manggut-manggut. “Setelah itu, Mas langsung ke rumah sakit. Nyamperin kamu sama Dimas yang udah ada di sana duluan. . .” ujarnya melanjutkan cerita.

“Firasat Mas udah makin nggak enak aja waktu itu. Dan ternyata bener. Begitu sampe di sana, Mas langsung dipanggil ke UGD dan dapat kabar bahwa kamu kritis. . .”

Ngiiiing!

Sayang, tolong bertahan, ya? Mas tau kamu kuat. . .

Papi, jangan tinggalin akui!

Suara itu. . . Jadi suara-suara yang Kala dengar selama ini bukanlah bunga tidur semata. Suara itu memang nyata. Suara-suara yang masih sempat ia dengar sebelum ia melupakan semuanya.

“Mas sama Dimas nungguin di rumah sakit hampir satu minggu. Sampe akhirnya di hari ketujuh, kamu sadar. Awalnya mas kira semuanya bakal baik-baik aja, karena nggak ada diagnosa serius ataupun fatal soal badan kamu. Tapi setelah itu, Mas dihadapkan pada kenyataan paling pahit yang pernah Mas terima sepanjang hidup.”

Kala menahan nafasnya. Begitupun dengan Bright. Hati pria itu terasa sesak untuk melanjutkan ceritanya.

Dan setelah satu helaan nafas panjang, Bright kembali berkata. “Malam itu, kamu divonis amnesia. Dan yang lebih buruk lagi, Mas sama Dimas, menjadi bagian dari hal-hal yang hilang dari memori kamu. . .”

Jadi bener. . . ada banyak hal yang gue lupain selama ini. . .

“Berarti mulai saat itu, Mas udah coba buat balikin ingatanku?” Tanya Kala.

“Iya. Setelah kamu sadar, kamu sama sekali nggak inget sama Mas dan Dimas. Juga temen-temennya Mas. Mbak Namtan, Mas Mike, sama yang lain. Pokoknya yang berhubungan sama Mas itu kamu pasti nggak inget semua.”

“Ah! Pantesan kok aku ngerasa nggak asing sama mereka ya waktu dateng ke Pentas Seninya Dimas. . .” Sahut Kala sambil manggut-manggut. “Terus Mas, kenapa kok perlu waktu lama banget buat balikin ingatanku? Apa kondisinya sesulit itu?”

Bright tersenyum getir, “iya. Kondisinya selalu sulit buat kita semua,” jawabnya. “Kata Dokter, kamu nggak bisa dipaksa untuk ingat soal hal-hal yang hilang dari memori kamu. Karena akibatnya kamu bisa semakin lupa.”

“Tiga tahun belakangan ini tuh Mas dibantu temen-temennya Mas, temen-temennya kamu, selalu bikin rencana buat bantu kamu inget lagi. Mas tuh berkali-kali nyamar loh supaya bisa deket sama kamu dan kasih clue biar kamu mulai inget lagi.” Ujar Bright.

“Iya? Tuh kan, pantes aja aku tuh ngerasa nggak asing gitulo sama Mas Bright dan Dimas. . .” Balas Kala. “Emang Mas pernah nyamar jadi apa aja?”

Bright terdiam sejenak. Tampak mengingat-ingat. “Tahun 2018, Mas pernah nyamar jadi pegawai baru di tempat kerja kamu. Awalnya kamu tuh kayak curiga gitu, tapi lama-kelamaan kita jadi akrab lagi. Kita sering makan bareng, naik mobil keliling kota, sampe renang buat ngelepas penat pun juga pernah. Tapi waktu Mas mau ungkapin pelan-pelan, kondisi kamu drop dan ingatan mundur semakin jauh. . .” Jelas lelaki itu.

Kala terdiam. Memberikan waktu sebanyak-banyaknya kepada Bright untuk melanjutkan ceritanya.

“Setelah itu. . . Oh iya, Mas pernah juga nyamar jadi tetangga kamu. Rumah sebelah ini. Mas sampe nyewa rumah itu biar bisa deket terus sama kamu,” lanjut Bright dengan gelak tawa. “Awalnya sama. Semuanya lancar, kita bahkan ngulangi lagi kegiatan-kegiatan yang pernah kita lakuin bareng. Tapi akhirnya, gagal lagi. . .” imbuhnya dengan suara yang sarat akan kesedihan.

“Karena. . . aku drop lagi?” Tebak Kala.

Bright mengangguk. “Waktu itu padahal Mas udah bisa ngungkapin kalo kita pernah ketemu, kita punya hubungan. Kamu bahkan udah mulai inget siapa Dimas. Tapi takdir berkata lain. Kamu drop dan ingatan kamu hilang lagi. Kayak direset gitu. Kembali ke posisi semula..” tuturnya.

Bright menghela nafas. Ia pandangi sang suami yang kini juga sedang menatapnya lekat-lekat. “Kemarin, waktu Dimas bilang kamu pingsan, Mas udah takut. Takut banget.” Ucap Pria itu dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.

“Mas takut kalau semuanya gagal lagi...” lanjut Bright dengan suaranya yang bergetar.

Sedetik kemudian, Bright justru tersenyum, “tapi ternyata, kali ini Mas nggak gagal,” ucapnya dengan Bangga. “Mas malah nggak nyangka kalau akhirnya, setelah tiga tahun ini, kamu bisa inget sama Mas lagi, sama Dimas. Sama keluarga kita. . .”

Kala dibuat terenyuh dengan apa yang baru saja Bright ceritakan kepadanya. Ia tak menyangka jika Bright telah melewati usaha yang begitu panjang demi bisa kembali ke saat-saat seperti ini.

Maka pria itu pun meraih tangan Bright. Ia genggam erat-erat tangan sang suami tercinta, seraya berucap kepadanya, “maaf ya Mas. . . Maaf karena Mas Bii harus lewatin perjuangan yang berat banget kayak gini..”

“Gapapa, sayang. Udah kewajiban Mas buat bawa kamu pulang,” sahut Bright dengan senyum tampannya. “Yang penting sekarang kamu kan udah di sini, udah balik lagi sama Mas. . .”

Kala turut merekahkan senyumannya saat melihat wajah Bright yang tampak begitu bahagia seperti ini.

“Eh, Mas, bentar deh,” ucap Kala saat tiba-tiba ia teringat sesuatu, “Makan nasi goreng.. naik mobil.. renang.. kita udah sering ngelakuin itu, ya? Kok aku juga ngerasa familiar banget..”

Bright mengangguk. “Iya. Setiap kali Mas nyamar atau ngejalanin rencana, Mas selalu ngajak kamu ngelakuin itu. Makan nasi goreng bareng, naik mobil, renang. Soalnya itu hal-hal kesukaan kamu dari dulu. Dan kata dokter itu bisa jadi stimulus buat memicu ingatan kamu.” Jelasnya pada Kala.

“Pantesan...” sahut Kala.

“Pantesan apa sayang?”

“Pantesan kok aku selalu seneng gitu rasanya kalo ngelakuin itu semua.. ternyata karena emang dulu jadi hal kesukaanku,” jawab Kala. “Terus juga karena ngelakuinnya sama Mas Bii, hehe

Bright dibuat tertawa mendengar ucapan Kala, “kamu nih bisa aja deh ngalusnya,” balas Bright sambil mengusak rambut Kala.

“Oh iya Mas, satu lagi. . .”

“Apa tuh?”

“Aku udah inget kalo Dimas tuh anak aku.. tapi aku belum terlalu inget asalnya Dimas darimana. . .”

Bright mengangguk lagi. “Dimas itu salah satu anak di panti asuhan tempat Mas sering ngadain bakti sosial di sana. Mas sering banget ketemu sama dia, udah akrab banget. Terus pas kita udah nikah, kita sepakat buat adopsi dia jadi anak kita..”

Berarti aku boleh panggil Papi?

Bayang-bayang itu... Jadi seperti itu kisahnya. . .

“Kenapa sayang? Kok diem?” Tanya Bright khawatir.

Kala menggeleng, “gapapa kok, Mas. Aku cuma inget salah satu mimpiku aja..”

“Mimpi?”

“Iya. Mimpi. Di mimpi itu, aku ngelihat anak cowok yang minta izin buat manggil aku Papi. Dan sekarang aku baru sadar kalo itu Dimas..” jelas Kala kepada Bright. “Berarti itu bukan mimpi ya. . .”

“Bukan.. itu bagian dari memori kamu, sayang..” ucap Bright sambil mengusap sisi kepala Kala. “Dah, gausah dipikirin lagi ya. Pelan-pelan aja ngingetnya, biar kepalanya nggak sakit. Yang penting, kamu udah mulai inget, itu udah lebih dari cukup. Oke?”

Kala mengangguk sambil tersenyum.

Bright melirik ke arah jam dinding, “kita jemput Dimas bareng-bareng yuk? Habis itu kita jalan-jalan, mau?”

“Mauuuuuuu!” Sahut Kala antusias. “Mau banget, Mas!”

Bright tak sanggup mengulum senyumannya, “oke. Kalo gitu kita siap-siap sekarang..”

“Eh Tunggu dulu, Mas!” Ucap Kala menahan Bright.

“Kenapa, hm? Ada apa?”

Kala mengangkat tubuhnya. Ia dekatkan wajahnya ke arah telinga Bright, “aku belum di kasih sun, hehe,” bisiknya.

Bright seketika menoleh ke arah Kala. Hingga sedetik kemudian. . .

CUP!

Bright menghadiahi Kala sebuah ciuman singkat. “Udah tuh. Yuk kita siap-siap sekarang,” ajak Bright kepada Kala yang kini senyum-senyum sendiri. Sumringah, setelah mendapat ciuman spesial dari sang suami tercinta.


bwuniverr 2021