RESTU


Sepeninggal Davika dan Eka, Sunny memutuskan untuk duduk di sofa. Berhadapan dengan Bright dan Windra yang masih ada di sana. Pria paruh baya itu memandangi keduanya lekat-lekat, tapi lebih menitikberatkan atensinya kepada Windra.

“Jadi, kalian berdua itu pacaran?” tanya Sunny, to the point, tanpa basa-basi.

Ah elah si papa.. Dari tadi nanya nya ngegas mulu.., gumam Bright dalam hati. Kemudian, ia menjawab pertanyaan papa nya itu dengan sebuah cengiran lebar.

Lho, kok malah nyengir sih kamu? Papa ini tanya loh, dijawab dong,” ujar Sunny lagi.

Maka Bright pun menghentikan cengirannya yang semata ia lakukan untuk menutupi rasa gugup yang melanda dirinya. Ia lantas menarik nafas panjang, menoleh ke arah Windra sejenak, lalu kembali menghadap Sunny.

“Iya Pa, aku sama Windra pacaran..” sahutnya lirih.

“Bener itu Win? Kamu sama Bright pacaran?” Sunny ganti bertanya kepada Windra.

Kini giliran Windra yang melirik Bright, seperti mencari kepastian di sana. Dan setelah mendapat anggukan dari Bright, Windra pun berani memberikan jawabannya, “iya Om.. saya sama Mas Bright pacaran..”

Sunny mangut-mangut setelah mendengar jawaban dari kedua orang di hadapannya itu. Pria itu seakan berusaha memahami sekaligus mencari benang merah tentang apa yang terjadi di sini.

Sunny melipat kedua tangannya di depan dada, sebelum akhirnya kembali bertanya, “Windra kenal sama Bright dari mana?”

Jeng Jeng.....

Mampus.. papa kenapa sih nanyain hal itu..

Keduanya otomatis terdiam. Ruang tamu itu menjadi hening. Hening sekali. Dan Sunny otomatis melirik ke arah Windra dan Bright. Raut wajah pria itu seolah bertanya, lah? kok jadi diem begini? susah banget ya emang pertanyaan nya?

“Kenapa malah diem?” tanya Sunny lagi, “itu pertanyaan gampang lho. Kalian ketemu dari mana, kenal dari mana. Harusnya bisa kasih jawaban dong, buktinya kalian udah pacaran,” sindirnya pada Bright dan Wndra.

Gak gitu juga konsepnya pa, gumam Bright dalam hati.

Bright tampak berpikir. Ia meremat jemarinya sendiri sambil berperang dengan otak dan nuraninya. Ini bukan pertanyaan yang sulit, sama sekali. Bright sangat mampu untuk menjawab tentang asal mula perkenalannya dengan Windra.

Tapi.. yang menjadi pertimbangan Bright adalah Windra. Ia khawatir jika reaksi yang diberikan oleh sang papa nantinya menyakiti Windra. Dan Bright tak mau hal itu sampai terjadi.

“Em..” gumam Bright, pria itu melirik Windra sejenak, yang tampak terdiam di sampingnya, sebelum kembali ke sang Papa, “anu Pa.. mm.. aku sama Windra kenal kar—”

“Saya guru les nya Eka, Om.”

Bright otomatis menoleh, terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Windra tanpa basa-basi.

Windra pun balik menoleh ke arah Bright. Ia berikan senyum manis yang seolah mengatakan kepada Bright untuk tidak takut, untuk percaya pada dirinya.

“Guru Les? Menarik juga..” sahut Sunny sambil mangut-mangut. “Jadi kamu itu guru les nya Eka.. artinya, kalian ini ketemu sebagai klien kan?” tanya Sunny lagi.

Windra mengangguk, “iya Om.. benar..” jawabnya.

“Tapi lucu loh Pa, masa baru pacaran manggilnya udah papa aja,” dari arah kamar Eka, terdengar suara Davika yang turut menimpali obrolan mereka bertiga.

Bright buru-buru menoleh ke arah sang Mama, “Mah...” rengeknya dengan wajah sebal, sedangakan Davika justru tertawa geli di sana.

Davika lantas bergabung dengan mereka. Wanita itu duduk di samping sang suami, sambil senyum-senyum geli melihat Bright dan Windra. “Lagian kamu tuh lucu Bri, baru juga pacaran, udah manggil Papa aja..” ledeknya lagi.

“Ma.. udah dong..” pinta Bright, “lagian bukan aku kok yang manggil begitu, tapi Eka..” ujarnya membela diri.

Davika tertawa, “sama aja lah pokoknya,” ujarnya. Ia lantas beralih menatap Windra untuk menanyakan sesuatu, “oh iya, Nak Windra ini pekerjaannya apa? Ngajar les aja atau ada yang lain?”

“Sejauh ini hanya ngajar les saja tante..” sahut Windra.

Davika mengangguk singkat. Lalu menoleh kepada sang suami di sampingnya.

“Om mau tanya ya Windra,” ujar Sunny.

“Iya Om.. silahkan..”

“Gini, Om cuma pengen tau aja sebetulnya. Apakah dengan pekerjaan kamu sekarang ini, sudah cukup untuk membiayai semua kebutuhan hidup kamu?”

Windra terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatap Sunny dan Davika, “sejujurnya.. tidak cukup, Om..” jawabnya.

“Kamu lulusan apa?”

“Hubungan Internasional, UGMM 2017, Om..”

“Dia lulusan terbaik Pa, cumlaude” Bright menimpali.

Wajah Sunny tampak terkejut, “lah? Lulusan terbaik Hubungan Internasional kok jadi guru les aja? Eman itu.. iya toh Ma?” tanya Sunny pada Davika.

Davika mengangguk setuju, “iya, sayang banget lho Nak Windra. Apa nggak sayang sama gelarnya?”

Astaga Mama sama Papa kenapa sih begini..

“Mah.. Pah.. kok nanya kayak begitu sih..” sahut Bright yang tampak tidak terima dengan pertanyaan kedua orang tuanya, “walaupun cuma guru les, Windra ini kompeten loh Ma, dia bisa nerapkan banyak ilmu di kepalanya. Dan satu lagi, guru les itu bukan pekerjaan yang rendah,” belanya.

“Emang nggak rendah kok. Tapi Papa sama Mama cuma pengen realistis. Emangnya sanggup bergantung selamanya dari kerjaan sebagai guru les aja? Enggak kan?” tanya Sunny balik.

Bright seketika terdiam. Begitupun dengan Windra.

“Gini loh Bri,” Davika yang melihat ketidaknyamanan di wajah Bright dan Windra akhirnya angkat bicara, “maksud nya papa tanya begitu itu, cuma pengen tau kondisi yang dialami nak Windra seperti apa. Papa itu menyayangkan aja. Windra punya gelar dan pengalaman yang bagus, tapi kenapa kok stuck sebagai guru les aja?” jelasnya kepada Bright.

“Iya Bri. Padahal kan banyak banget kesempatan buat Windra,” ujar Sunny menimpali.

Kerutan di dahi Bright pun perlahan hilang. Iya, bener juga sih kata Mama sama Papa, gumamnya dalam hati.

“Sebetulnya saya sudah punya cita-cita Om.. sudah punya rencana juga, tapi untuk sekarang ini saya masih coba mencari cara untuk mewujudkannya..” Windra yang sejak tadi terdiam akhirnya memberi jawaban.

“Saya juga udah nyiapin banyak hal seperti sertifikat, relasi juga, supaya nanti lebih mudah lagi..” imbuh Windra.

Sunny dan Davika memandang satu sama lain, sebelum akhirnya saling mengangguk.

“Makasih ya Nak Windra untuk jawabannya,” ucap Davika yang dibalas anggukan oleh Windra.

Wanita itu lantas beralih menatap putra sematawayangnya, “gini Bri, Mama sama Papa tau, tau banget kok isi hati kamu sekarang ini seperti apa. Mama tau banget sifat kamu. Kalo kamu udah memulai sesuatu seperti ini, artinya kamu serius kan, artinya kamu nggak main-main kan sama hal ini? Dan Mama Papa tau betul, kalau kamu udah ada niat untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, bener kan?” tanya Davika.

Bright melirik Windra sebelum memberi sebuah anggukan mantap, “iya Ma.. Bri emang punya niat ke sana..” jawabnya.

“Tapi, apa kamu sanggup Bri?” tanya Davika lagi, “kamu sanggup bertanggungjawab untuk dua orang sekaligus? Sudah ada Eka, anak kamu. Dan kalau kamu niat bawa Windra ke jenjang yang lebih serius, otomatis kamu harus bisa kasih tanggung jawab ke dia juga. Siap kamu?”

Bright menggerakan tangannya untuk menggenggam tangan Windra. Setelah memberi senyum teduh kepada sang kekasih, Bright pun menjawab, “siap Ma. Bri siap untuk hal itu. Lagian Bri udah nyiapin semuanya kok, Bri udah mikirin semuanya matang-matang juga..” jawab Bright dengan begitu yakin.

Mendengar jawaban anaknya itu membuat Davika tersenyum.

“Kalo Windra gimana?” kini giliran Sunny yang bertanya kepada Windra, “kamu siap menjalani semua ini? Om yakin kamu paham betul kemana arah pembicaraan kita ini,” ujarnya.

Windra menoleh ke arah Bright. Ditatapnya sosok yang kini memiliki tempat yang besar dalam hatinya itu.

Bright mengeratkan genggamannya pada tangan Windra, sambil tersenyum yang seolah berkata padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa mereka berdua bisa melewati semua ini bersama-sama.

Maka, setelah menghela nafas yang cukup panjang, Windra menjawab, “iya Om, saya siap.” sahut Windra dengan lantang, tegas, dan yakin.

“Kamu sayang sama Eka?”

“Sayang Om, sayang sekali.”

“Bisa bertanggungjawab untuk Eka? Bisa kasih perhatian dan kasih sayang sama dia?”

“Bisa Om, saya bisa, saya bakal berusaha.”

Sunny mengangguk. Wajahnya terlihat puas akan jawaban yang Windra berikan.

“Sebenernya, Papa sama Mama udah tau soal hubungan kalian,” ujar Davika.

Bright dan Windra otomatis saling tatap, wajah keduanya tampak begitu terkejut, seperti menang undian berhadiah saja.

Sambil tertawa geli karena melihat ekspresi kedua orang di hadapannya, Davika melanjutkan ceritanya, “Mama Papa tau semuanya dari Eka. Eka yang selalu cerita ke kita, setiap hari. Soal ayahnya yang aneh, soal papa barunya. Awalnya sih Papa sama Mama kaget, tapi ngelihat antusiasnya Eka waktu cerita, Mama Papa bisa paham kalo emang si papa baru ini orangnya emang spesial. Dan ternyata bener,” ujar Davika.

“Papa sama Mama tuh nungguin kamu buat cerita Bri. Tapi kok kayaknya kelamaan. Akhirnya kita mutusin buat cari tau sendiri deh. Eh, kebetulan kata Eka hari ini papa barunya main ke rumah. Yaudah kita sekalian samperin,” ujar Sunny menimpali.

Bright dan Windra jadi macam orang cengo. Linglung, bingung, kaget, campur aduk jadi satu.

Lah berarti si Papa tadi pake nanya sambil nyolot tuh cuma nge-prank? Papa iki wis jan, nggudo tenan, gerutu Bright dalam hati.

Sunny menegakkan posisinya. Kedua matanya memandang lurus kepada Bright dan Windra.

“Bri, Windra, Papa tau maksud dan tujuan kalian seperti apa. Papa Mama paham betul,” ucapnya.

“Dan Kita, udah punya jawaban untuk itu.”

Genggaman Bright pada tangan Windra mengerat. Seiring tubuh keduanya yang sama-sama menegang. Penasaran dengan jawaban apa yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

Sunny menatap Davika.

Setelah melalui komunikasi yang terucap lewat pandangan mata, Sunny dan Davika mengembalikan atensinya kepada Bright dan Windra.

Sunny menyunggingkan senyum kepada mereka berdua, seraya berucap,

“Papa sama Mama kasih restu buat kalian.”

“Untuk apapun yang mau kalian lakukan, untuk apapun yang akan kalian jalani, Papa Mama kasih restu dan doa terbaik buat kalian berdua,” ujar Sunny menambahi.

Bright dan Windra sama-sama terkejutnya. Senyum bahagia seketika merekah di wajah mereka.

Suasana ruang tamu itu tak lagi hening mencekam, namun sudah beralih penuh suka cita. Bright dan Windra sama-sama tak menyangka jika jawaban inilah yang diberikan oleh Sunny dan Davika.

Begitupun Sunny dan Davika, pasangan suami-istri itu turut tersenyum saat melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Bright dan Windra.

“Dengan satu syarat,” ujar Sunny tiba-tiba.

“Syarat apa itu Pa?” tanya Bright bersemangat, “apapun syaratnya bakal Bri lakuin, yang penting keputusan Papa sama Mama nggak berubah,” ujarnya.

“Papa pengen Windra bisa upgrade kualitas dirinya. Dengan ilmu dan pengalaman yg mumpuni, papa yakin Windra bisa dapat tempat yangg lebih baik lagi. Windra mau, meningkatkan kualitas diri kamu?” tanya Sunny.

Windra mengangguk mantap, “mau Om, saya siap dan saya Mau,” jawabnya bersemangat.

Sunny dan Davika sama-sama tersenyum.

“Oke, Mama sama Papa percaya sama kalian,” ujar Davika, “lagipula, nggak ada alasan buat kita menghalangi kalian. Yang penting, kalian berdua harus saling support, harus saling percaya, harus saling sayang, harus saling menguatkan. Bisa kan?” tanyanya lagi.

“Bisa Ma, kita pasti bisa,” jawab Bright dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.

“Oke, Papa, Mama, percaya sama kalian,” pungkas Sunny dan Davika bergantian.

Maka di detik berikutnya, Bright langsung membawa Windra ke dalam pelukannya. Disaksikan oleh kedua orang tuanya, tangis Bright dan Windra pecah saat itu juga. Mereka merasa begitu bahagia atas anugerah restu yang diberikan oleh Sunny dan Davika untuk mereka.

Suasana malam itu seketika berubah mengharukan. Terlebih untuk Davika dan Sunny. Di lubuk hati masing-masing, mereka merasa bersyukur sebab akhirnya setelah sekian lama, Bright bisa menemukan tambatan hati yang tampaknya sesuai untuknya. Dan sejujurnya, sejak kali pertama melihat Windra, Sunny dan Davika sudah bisa menebak bahwa Windra adalah orang yang pantas untuk bersanding dengan Bright.

Bagi mereka, status bukanlah persoalan. Asal ada niat dan usaha yang tulus dari dalam hati, apa yang tampak tak tergapai, bisa kita rengkuh perlahan-lahan. Begitupun dengan Windra saat ini.

Sedangkan Windra benar-benar bersyukur lantaran diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang berhati mulia seperti Bright, Sunny, dan Davika.

Rasa takut yang tadi sempat melandanya kini sirna setelah mengetahui bagaimana sifat kedua orang tua Bright itu. Dan kini pun Windra bisa memahami maksud sebuah pepatah yang mengatakan, dari telaga yang jernih, mengalir air yang bersih pula, dengan bukti hadirnya Bright di sisinya.

“Ih Ayah curang! Aku kan mau dipeluk juga sama Papa!” Eka berteriak sambil berlari keluar dari dalam kamarnya.

Namun bukan Bright namanya kalo tidak bucin. Dia tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Eka untuk bisa memeluk Windra.

Dan hal itu membuat Sunny dan Davika tertawa. Melihat betapa lucu interaksi mereka bertiga yang tampak seperti keluarga bahagia saja. . .


cr. bwuniverr. 2021