Balkon & Ungkapan Hati.
“Eh, Win, udah selesai?” Sapa Bright saat melihat kehadiran Metawin di ambang pintu.
Pemuda manis itu menangguk. “Udah Kak..” jawabnya.
“Duduk sini gih,” ajak Bright sambil menggeser tubuhnya.
Memberi ruang untuk Metawin agar bisa duduk di sana.
Metawin pun segera duduk di sana. Sambil sesekali melirik Bright yang kelihatannya tenang sekali.
Berbeda dengannya yang saat ini sedang gugup bukan main.
Untuk beberapa saat, balkon kamar 215 itu dilanda keheningan.
Belum ada percakapan yang terjadi diantara mereka berdua.
Mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga kemudian,
“Metawin,”
“Kak Bright,”
Keduanya sama-sama terkejut. Sebab mereka berbicara bersamaan.
“Eh, K-kak Bright aja dulu yang ngomong. . .” Ujar Metawin mempersilahkan.
Bright menggeleng, “nggak, lo duluan aja gapapa.” Sahutnya.
“Nggak-nggak, Kak Bright dulu aja.. nanti habis Kak Bright, baru aku.. ya?” Tawar metawin lagi.
Bright kembali menggeleng, “kalau gitu, barengan aja. Gimana?” Tawarnya balik.
Mereka kembali terdiam.
Metawin semakin gugup saja setelah mendengar tawaran Bright.
Sebenarnya ia ingin sekali mengatakan langsung kepada kakak tingkatnya itu.
Tentang apa yang ia rasakan, tentang bagaimana perasaan suka terhadapnya itu tumbuh perlahan-lahan di dalam hati.
Tapi, Metawin tidak punya nyali.
Ia takut jika nantinya, Bright justru merasa terusik dengan isi hatinya itu.
Tapi jika tidak diutarakan, sampai kapanpun Metawin tidak akan pernah mengetahui isi hati kakak tingkatnya itu.
Di hadapannya, Bright pun merasakan hal yang sama.
Sejak tadi pagi, Bright sudah berusaha membulatkan tekad.
Ia sudah sangat yakin untuk mengatakan perasaannya pada Metawin.
Tapi entah mengapa, saat sekarang sudah berhadapan langsung dengan orang yang sukses mengobrak-abrik hatinya, nyali Bright justru menciut.
Ia takut jika nantinya Bright akan mendapat jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan.
Walau demikian, Bright tidak ingin mundur.
Bright sudah yakin, bahwa ia akan menyampaikan isi hatinya.
Masa bodoh dengan apa yang akan terjadi nanti.
Yang penting, Bright bisa merasa lega. Itu saja.
“Gimana, Win? Barengan aja ya ngomongnya?” Tawar Bright lagi.
Metawin sepertinya tidak punya pilihan.
Lagipula, tawaran Bright ini cukup menguntungkan. Sebab Metawin tidak perlu merasa malu seorang diri nantinya.
Dan akhirnya, setelah merasa yakin dengan hatinya sendiri, Metawin pun mengangguk.
“Iya, Kak. Kalo gitu, ayo barengan. . .” Jawabnya.
“Okey, hitungan ketiga, ya?” Balas Bright.
Sang berandalan itu menarik nafas panjang, sebelum memulai hitungan mundur,
“Tiga. . .”
Jantung Metawin rasanya ingin meledak saja. Ia gugup bukan main.
“Dua. . .”
Oh Tuhan, rasanya Bright ingin lari sejauh mungkin. . . rasanya sangat tidak enak..
“Satu!”
Oke, ini saatnya.
Bright dan Metawin sama-sama memejamkan mata, hingga akhirnya,
“Gue suka sama Lo!”
“Aku suka sama Kak Bright!”
. . . . . . . . .
“HAH?!!” Sahut keduanya bersamaan.
Mereka saling terbelalak. Sama-sama kaget dengan apa yang baru saja terucap dari bibir masing-masing.
“K-kak Bright?... Aku nggak salah denger?” Sahut Metawin panik.
Bright menggeleng ribut, “g-gue juga gak salah denger???” Timpal berandalan itu tak kalah panik.
Rasanya konyol sekali.
Setelah susah payah berusaha menenangkan hati, mereka justru dihadapkan dengan fakta yang sungguh di luar ekspektasi.
“Win..” panggil Bright sambil mendekatkan tubuhnya pada Metawin, “lo.. beneran? B-barusan yang lo bilang itu, beneran??” Tanyanya lagi.
Ia masih tidak percaya. Khawatir jika apa yang barusan ia dengar hanya halusinasinya saja.
Tapi kemudian, Metawin mengangguk.
Yang artinya, apa yang Bright dengar barusan, memang benar-benar terjadi.
“Tadi, yang Kak Bright bilang itu.. beneran kah?” Tanya Metawin balik.
“Beneran, Win.. astaga.. kenapa jadi gini sih anjir,” gerutunya sambil geleng-geleng kepala.
Bright lantas kembali menatap wajah Metawin lekat-lekat, “gue beneran Win.. gue suka sama lo..” ucapnya lagi.
Ia lantas meraih pundak Metawin dengan kedua tangannya, “maaf kalau ini terkesan konyol, atau kerasa nggak masuk akal. Tapi, gue beneran Win. Gue beneran suka sama lo. Gue beneran naksir berat sama lo Win. . .”
Metawin masih linglung. Ia terlihat sangat kaget dengan apa yang sedang terjadi.
“Gue minta maaf ya Win kalau selama ini gue udah jahat sama lo, gue udah sering bertingkah aneh sama lo,” lanjut Bright, “tapi semua itu gue lakuin karena gue masih belum bisa nerima kalo gue suka sama lo. . .”
Metawin menatap wajah Bright.
Memandangi sepasang mata elang yang kini sedang menatapnya lekat-lekat.
Bright menarik nafas sejenak, sebelum kembali berbicara pada Metawin, “tapi sekarang, gue udah sadar, Win. Gue suka sama lo. Gue seneng kalo lagi sama lo, gue… pokoknya, gue bener-bener jatuh hati sama lo, Win.. lo percaya kan sama gue?”
Metawin menggigit bibir bawahnya.
Ia masih merasa kaget dengan apa yang tengah terjadi saat ini.
Sungguh, semua ini diluar ekspektasinya.
Metawin pikir, Bright akan menolak mentah-mentah perasaannya itu.
Tapi sekarang, Metawin justru melihat bahwa Bright merasakan hal yang sama dengannya.
Bahkan mungkin, perasaan yang Bright miliki itu terasa lebih besar.
“Win..” panggil Bright lagi. “Lo percaya kan, sama gue..?” Tanya sang berandalan itu penuh harap.
Metawin menghembuskan nafas, “aku masih kaget kak. . .” Jawab pemuda itu pada akhirnya. “Rasanya.. kayak, sulit dipercaya..”
“Tapi.. lo juga suka kan sama gue?”
Metawin mengangguk yakin, “suka Kak.. suka banget..” jawabnya malu-malu. “Tapi, yaitu tadi.. aku masih sulit percaya. Kayak.. nggak nyangka gitu kalau Kak Bright juga sama..”
“Apa yang bisa bikin lo percaya sama gue, Win?” Tanya Bright. “Bilang aja.. bakal gue lakuin..”
Metawin kembali terdiam.
Kalau ditanya seperti ini, Metawin malah semakin bingung.
Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana agar ia percaya dengan Bright.
Tapi sedetik kemudian, sebuah ide terlintas dalam benak Metawin.
“Aku.. mau coba satu hal..” ucap Metawin.
“Apa Win? Mau coba apa?” Sahut Bright. “Bilang aja, bakal gue lakuin kok supaya lo percay—”
Cup. . .
Belum usai berbicara, Bright sudah dibuat mendelik.
Sebab secara tiba-tiba, Metawin menjatuhkan sebuah kecupan di bibirnya.
Sedangkan Metawin memejamkan mata.
Berusaha mencari rasa sebagai jawaban atas kebimbangannya.
Awalnya, Metawin hanya ingin mengecup bibir Bright.
Ia ingin mencari jawaban dari sana. Dari ciuman di antara mereka.
Namun karena hanyut dalam suasana, ciuman itu pun berlanjut.
Membuat kedua insan itu akhirnya memagut rasa yang ada dalam hati mereka.
Menghadirkan sensasi hangat nan menggelitik lewat friksi yang mereka bagi.
Setelah beberapa saat, ciuman itu terlepas.
Bright tak lagi membelalak. Sorot matanya dipenuhi oleh kemilau yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
“Win. . .” Panggil Bright lirih. “Yang barusan itu ap—”
“Aku percaya sama Kakak,” potong Metawin cepat.
Bright mendongak, hanya untuk melihat Metawin yang kini sedang tersenyum ke arahnya.
“Maaf ya Kak aku tiba-tiba nyium Kak Bright,” ucap Metawin. “Aku cuma pengen memastikan kalau semua ini bukan bohongan..”
“Dan sekarang, aku bisa percaya sama Kakak,” tuturnya disertai senyum begitu lebar.
Hati Bright seperti dilambungkan tinggi ke angkasa.
Dadanya terasa hangat. Seolah dipenuhi oleh perasaan haru dan bahagia yang begitu banyak.
Sambil menahan segenap rasa yang membuncah di dalam dada, Bright raih tangan Metawin untuk ia genggam erat-erat.
Ia lantas memandang wajah sang mahasiswa baru itu dengan teduh. Sebelum akhirnya mengutarakan isi hatinya,
“Metawin.. will you be my boyfriend?”
Dalam hening yang menyelinap di antara percakapan itu, Metawin akhirnya menjawab dengan sebuah anggukan singkat.
Malu-malu, si maba manis itu memberi jawaban, “iya Kak. . . Aku mau. . .”
“AAAAAAAAA METAWIN, MAKASIH BANYAK!”
Metawin dibuat kaget saat Bright tiba-tiba berteriak dengan begitu kencang.
Tidak sampai di situ, sang berandalan itu langsung menarik tubuh Metawin.
Membawanya ke dalam dekapannya, untuk ia peluk erat-erat.
“HUHUHU METAWINNN, MAKASIH YA.. MAKASIH BANYAK UDAH MAU NERIMA GUE.. HUHU ANJIR GUE SENENG BANGET..”
Ucap sang berandalan itu sambil memeluk Metawin sekuat tenaga.
Sedangkan Metawin hanya bisa tersenyum malu melihat tingkah kakak tingkatnya itu.
“Iyaaa, sama-sama Kak..” sahutnya sambil tertawa.
Bright lantas melepas pelukan itu.
Ia tatap wajah Metawin yang kini telah menjadi kekasihnya itu sambil terus tersenyum.
“Makasih ya Win.. Aaaah anjiiiir gue seneng banget, pacar gue gemes, cakep bangeeet,” pujinya yang membuat Metawin merasa semakin malu.
“Gue sayang banget sama lo!”
Cup! Cup!
“Pacar gue gemes banget!”
Cup! Cup!
“Cakep! Metawin cakep banget punya gue doang!”
Cup! Cup! Cup! Cup!
“Kakaaaakk, udahh, geliii.. jangan diciumin semua..” rengek Metawin saat Bright terus menghujani wajahnya dengan kecupan.
Bright menahan wajahnya, sebelum kemudian menjatuhkan satu kecupan lagi di pipi kekasihnya itu.
Cuuuuppp!!
“Hehehe, maaf ya? Habisnya pacar aku cakep banget, aku nggak tahan mau cium,” ucapnya sambil tersenyum begitu lebar.
“Iyah, dimaafin.. tapi jangan banyak-banyak kalau cium.. geli..” sahut Metawin.
“Oke bos!” Sahut Bright. “Kita masuk yuk? Dingin di sini.. enakan di dalem.. Yuk?”
Metawin mengangguk setuju.
Setelahnya, Bright pun mengajak Metawin untuk berjalan bersama kembali ke dalam kamar.
Dengan tangan yang tak lepas sedikitpun menggenggam milik Metawin.
Dan malam itu, akhirnya perasaan yang keduanya simpan telah terucap.
Tidak ada yang pernah menyangka, jika sang berandalan dan si maba manis ini memiliki perasaan yang sama satu sama lain.
Dan kini, tak ada lagi yang perlu mereka tutupi.
Semuanya sudah jelas. Bahwa Bright mencintai Metawin sepenuh hati, begitu pula sebaliknya.
bwuniverr, 2022