Can't Let Go Of You


after a long time journey, i finally have a chance to see you again, even it's only one time. but no problem, because i will use this moment as well to see your smile (again) and making so much memories with you, until the universe make us meet again, metawin.


Awan hitam membumbung tinggi di angkasa. Kelopak mega bertautan bagai anai-anai yang terhampar di tanah lapang. Cahaya-cahaya menyilaukan bersinar terang menciptakan guratan bagai akar-akar raksasa yang menjulur dari langit hingga ke bumi. Suara guntur berdebam menggelegar. Menggetarkan setiap pasang telinga yang mendengarnya. Langit tak lagi sungkan menjatuhkan air matanya. Membasahi setiap permukaan yang ada di bumi, termasuk tubuh seorang pemuda yang tengah berjalan gontai di setapak yang ada di taman kota.

ia berjalan dengan linangan air mata yang menganak sungai di wajahnya. ya, pemuda itu menangis. ia menangisi kerinduan yang ia rasakan atas kekasih hati yang bahkan kini tak mampu lagi ia genggam. sang kekasih, yang begitu ia cintai, lebih dulu berpulang ke hadapan sang kuasa, lima tahun yang lalu, tepat di hari ini, hari ulang tahunnya sendiri.

ia masih ingat betul. kala itu, sang kekasih mengirimkannya sebuah pesan jika ia mempunyai kejutan untuknya. namun setelah berjam-jam menunggu, tak ada kabar sedikitpun dari kekasihnya ini. hingga kemudian, sebuah berita sampai di telinganya. tentang kecelakaan hebat yang merenggut banyak nyawa, termasuk kekasihnya sendiri.

namun tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain berserah kepada kehendak tuhan. apakah ia marah terhadap takdir? apakah ia ingin berteriak lantang melawan nasib? jawabannya tidak. pemuda itu memilih diam, menerima segalanya dengan lapang dada. sebab ia mengerti, seberapa marah ia saat itu, seberapa kecewanya ia saat itu, ada satu hal yang tak bisa ia dapatkan kembali. karena itulah ia memilih diam. membiarkan segalanya berjalan dengan semestinya. walau hati kecilnya teriris, terasa hancur atas apa yang telah terjadi.


pemuda itu terus berjalan dan berjalan. hingga kemudian, ekor matanya menangkap seseorang yang tengah terduduk seorang diri di atas bangku taman yang kini menatap kosong ke hadapannya. sosok itu memakai setelan jaket kemeja hijau yang ditekuk sampai siku dengan celana jins yang menempel sempurna di tubuhnya. ditatapnya sosok itu lamat-lamat. ada rasa yang mengganjal dalam hatinya, lantaran setelan yang ia pakai entah mengapa begitu mirip dengan apa yang dulu pernah dipakai oleh kekasihnya.

ia masih terus menatap sosok itu sambil sesekali mengangkat kepalanya, memastikan wajah sosok itu. hingga kemudian, sosok pria itu bangkit, dan dengan sangat perlahan memalingkan wajahnya ke arah pemuda itu.

Deg!

wajah itu.. wajah itu.. pemuda itu tertegun. bibirnya bergetar hebat seraya pandangannya yang kian memburam karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya. sungguh, ia tak bisa percaya dengan apa yang ia lihat. ia tak percaya, jika sang kekasih, Bright, yang telah berpulang ke hadapan sang kuasa, kini berdiri dengan senyum teduhnya di hadapan Metawin.

hati Metawin bergetar hebat. sekuat tenaga ia menahan isakannya agar tak menguar dari bibirnya. ia senang sekaligus tak percaya. apakah benar, sosok di hadapannya ini benar-benar Bright, kekasihnya?

dan dengan senyum yang tak luntur sedikitpun dari wajahnya, Bright mulai melangkahkan kakinya. berjalan perlahan menuju Metawin yang masih terpaku di hadapan sana. dan dengan sisa kewarasan yang dimilikinya, Metawin pun turut melangkah dengan susah payah. memangkas jarak yang ada di antara keduanya. sambil terus merapal dalam dada untuk menghapus segala kemustahilan yang mungkin ada di hadapannya.

“Win...” ujar Bright kala ia tiba persis di hadapan Metawin. “Udah lama ya?” ujarnya lagi, masih dengan senyum teduh yang selalu ia suguhkan pada Metawin—bertahun-tahun yang lalu.

“Kamu.. nggak berubah sedikitpun ya?” ujar Bright lagi.

kalah. Metawin kalah. pipi gembil milik pemuda itu kini basah oleh air mata yang mengalir tak tahu malu dari pelupuk matanya. “Mas Bri...” ucapnya susah payah di tengah isak tangisnya. dengan tubuh yang bergetar hebat, ia angkat salah satu tangannya. dan dengan ragu, didekatkan tangan itu ke pipi milik Bright.

Nyata. Metawin sontak menjauhkan tangannya setelah ia merasakan sendiri, hangat kulit milik Bright yang bertahun-tahun ini ia rindukan. Sama. Rasanya masih sama seperti dulu saat ia menyentuh kulit kekasihnya ini.

dan dengan linangan air mata, disentuhnya setiap jengkal wajah milik Bright sembari bergumam dengan susah payah, “Mas Bri.. ini beneran Mas Bri...”

Bright mengangguk takzim. di genggamnya tangan milik Metawin itu sambil menghadiahi kecupan-kecupan kecil di atasnya. dan di detik berikutnya, Metawin langsung menghambur ke dalam pelukan Bright. menangis tersedu-sedu di dalam sana. meluapkan segala pedih atas rasa rindu yang bertahun-tahun ini ia pendam seorang diri. begitupun dengan Bright. diusapnya punggung lelaki kesayangannya itu sambil terus menciumi puncak kepalanya. dan hari ini, doa Metawin dikabulkan. untuk bisa bertemu Bright walau sekali dalam seumur hidup, entah kapan itu.


sore bahkan belum bergulir menjadi malam di kota Jogjakarta. namun, ruang dan waktu sudah sedemikian terdistorsi bagi Bright dan Metawin yang kini tengah duduk bersisian di atas kursi di tepi alun-alun kota. keduanya saling menggenggam. enggan melepas tangan masing-masing walau satu detik pun.

Metawin berkali-kali melempar senyum ke arah Bright, meluapkan rasa bahagia dalam hatinya saat ini. betapa tidak, hari ini ia bertemu dengan Bright, menghabiskan siang harinya dengannya, berkeliling kota, memakan jananan, mengambil foto bersama, dan kini berakhir di sini. duduk berdua di alun-alun kota. menikmati senja yang mengungkung indahnya cakrawala.

“kenapa sih senyum terus dari tadi, hm?” tanya Bright seraya melirik sekilas ke arah Metawin yang kini tengah tersenyum sambil merangkul erat lengan kenan Bright.

“abisnya aku seneng banget mas, rasanya kaya mimpi, bisa ketemu sama mas Bri, jalan-jalan sama Mas Bri, makan jajan sama Mas Bri.. pokoknya seneng deh..” ujarnya sambil terus tersenyum manis ke arah Bright. membuat yang lebih tua mengusak surai hitam milik sang kekasih dengan gemas.

Bright menghela nafas, lalu menatap Metawin lekat-lekat. “tapi tetep aja.. Mas kan udah meninggal Win..” ujar Bright lemah yang membuat Win menegakkan tubuhnya seketika. “Mas nunggu lima tahun supaya bisa ketemu lagi sama kamu, Win..” ujarnya lagi sambil menatap lekat wajah manis milik Metawin. membuat yang lebih muda kembali berkaca-kaca menatapnya.

”...buat kamu, buat seneng-seneng lagi sama kamu, buat bilang kalau Mas Bri sayang banget sama kamu.. cuma itu win, cuma itu.” ujar Bright. namun Metawin masih tetap diam, membiarkan air mata kembali mengalir di wajahnya. memeberi waktu untuk Bright mencurahkan segalanya.

“Mas inget banget, pertama kali kita ketemu gara-gara nggak sengaja tabrakan di kampus, haha, lucu banget waktu itu. Sampe akhirnya kita pacaran, sering berantem, sering benci-bencian.. kamu tahu nggak? mas tuh dulu punya mimpi, bakal nikah dan hidup bahagia sama kamu. Tapi.... kayanya nggak bisa ya?” ujar Bright dengan tawa getir di ujung kalimatnya. membuat Metawin menggigit keras bibir bawahnya, menahan sekuat tenaga isak tangis yang hendak keluar dari mulutnya.

“tapi sekarang, semuanya berubah ya sayang..” ucap Bright seraya melepas genggaman tangan Metawin yang buru-buru di tarik kembali oleh yang lebih muda.

Bright terkekeh pelan. Di tatapnya wajah Metawin itu dengan senyum yang benar-benar ia paksa. “buat sekarang.. mas bakal bilang kalau mas nggak sayang sama kamu..” ucap Bright. membuat Metawin menggeleng hebat sambil terus terisak di hadapannya.

“mas bilang gini karena mas gak mau ninggalin kamu dengan kesedihan yang mendalam kaya gini sayang..” ucapnya sambil mengusap jejak air mata di wajah manis milik Metawin. “Mas pengen kamu lupain Mas, dan hidup bahagia. Mas nunggu lima tahun b—”

“Nggak! Nggak mau! Awin nggak mau mas...” potong Awin seraya terisak-isak sambil menggenggam tangan Bright. “j-jangan ngomong kaya gitu m-mas... hiks.. awin mau.. awin mau pergi sama mas bri...”

“enggak sayang.. nggak bisa.. kita udah nggak bisa hidup bersama lagi.. walaupun awin milih mati sekalipun, kita tetep nggak bakal bisa bersatu sayang.. nggak bisa.. itu yang namanya kematian sayang..” ujar Bright berusaha memberi pengertian pada Metawin.

Metawin justru menggeleng kuat-kuat. “t-tapi.. di sini aku hidup susah payah mas.. aku nggak tau apa aku kuat tanpa mas Bri..” ujarnya susah payah.

Bright lantas menangkup wajah manis itu. “Sayang.. dengerin mas, mas minta sama kamu, tolong kamu bahagia dan jalanin hidup kamu ya? mas pingin kamu bahagia. karena.. kalau kamu nggak bahagia, mas juga akan sedih di sana.. dan mas, nggak akan bisa istirahat dengan tenang ya sayang ya?”