Dialog – Past Continuous.


“Ini, susu buat kamu.”

Adalah kalimat pertama yang terucap dari mulut Bayu setelah ia kembali dari gerbong makanan dan duduk bersama Alvin.

Tidak seperti yang Bayu kira. Ternyata sangat sulit untuk membuka obrolan jika menyangkut hal penting seperti ini.

Bayu kagok. Lidahnya kelu. Tidak bisa diajak kompromi.

Padahal tadi saat sedang berjalan kembali ke gerbong ini, Bayu sudah menyusun skenario runtut mulai dari kata pembuka sampai akhir kalimat yang ingin disampaikan kepada Alvin.

Tapi begitu netranya beradu tatap dengan sang mantan kekasih, skenario yang ada dalam otaknya itu langsung buyar. Kacau. Lenyap entah kemana.

Sehingga Bayu berakhir diam seribu bahasa.

Lelaki itu hanya duduk di kursinya, sambil berperang dengan batinnya sendiri. Mencari solusi agar bisa lekas membuka obrolan dengan Alvin.

Sambil terus mencuri pandang ke arah samping. Dimana Alvin juga tampak terdiam sejak tadi. Seolah sedang sama bingungnya dengan Bayu.

Alvin menoleh ragu-ragu. Sambil berusaha tersenyum, ia terima susu vanilla dari tangan Bayu. “Makasih, Mas.” Katanya singkat.

Dan sedetik kemudian, Alvin kembali menatap ke arah jendela. Tidak menghiraukan Bayu yang makin dibuat bingung karenanya.

Yang Bayu tidak ketahui, sebenarnya saat ini Alvin sama-sama merasa panik.

Jujur, Alvin merasa tidak siap dengan apa yang nanti Bayu jelaskan kepadanya.

Alvin takut jika kenyataan kembali menampar dirinya. Seperti saat itu, dua tahun yang lalu. Ketika akhirnya Alvin melihat dengan mata kepalanya sendiri, alasan mengapa Bayu, sang kekasih hati, perlahan hilang dari pelukannya.

Alvin menggenggam erat sekotak susu vanilla itu.

Hati kecilnya bergemuruh. Membayangkan jika semua ketakutannya, semua bayang-bayangnya yang selama ini menghantuinya, ternyata benar.

Ah, sungguh. . . rasanya Alvin ingin sekali memutar waktu. Agar ia bisa menahan diri untuk tidak mengirimkan bubble chat itu.

Kalau sudah seperti ini, hancur sudah euforia yang Alvin bangun untuk berlibur ke kota Malang. Satu, karena duduk dengan Bayu. Dua, karena ia akan mendengar alasan dari Bayu tentang kandasnya hubungan mereka berdua.

“Vin, kita harus ngobrol.” Ucap Bayu sambil menghembuskan nafas berat.

Ah.. ini saatnya ya? Gumam Alvin dalam hati.

Alvin menoleh ke arah Bayu, “ng-ngobrol apa, Mas?” Sautnya sambil tertawa.

Masa bodoh mau dianggap seperti apa. Alvin hanya berusaha mengulur waktu, sebab ia benar-benar belum siap dengan obrolan ini.

Bayu memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya kembali berkata, “Soal hubungan kita, Vin…

Gulp. Alvin menelan salivanya pahit.

Diantara rasa gelisah yang mengusik hatinya itu, Alvin mengangguk samar. Memberi sinyal kepada Bayu untuk melanjutkan ucapannya.

Bayu menangkap sinyal itu. Lelaki itu lantas merubah posisinya untuk menghadap Alvin secara penuh.

Satu tarikan nafas panjang ia ambil sebelum kembali berkata, “sebelumnya aku mau minta maaf ya Vin. Maaf banget karena setelah sekian lama aku baru bisa jelasin soal ini.” Katanya.

Ia lantas memandang wajah Alvin lekat-lekat. “Jadi Vin, sebenernya, dua tahun yang lal—”

“Eh Mas bentar!” Potong Alvin yang membuat Bayu tampak sedikit terkejut.

“Kenapa?” Tanya Bayu.

Sambil tersenyum kikuk, Alvin mengangkat sekotak susu vanilla itu hingga berada di hadapannya dengan Bayu. “Aku mau buka susu bentar, hehe..”

“Astaga, kirain kenapa..” Saut Bayu, “yaudah gih, minum aja.”

Masih dengan senyum kikuknya, Alvin pun segera membuka susu kotak rasa vanilla itu dan menghabiskan satu tegukan dari sana.

Sebenarnya Alvin sengaja sih melakukan ini. Karena Alvin merasa gugup sekali. Ia khawatir jika nanti malah tidak fokus mendengar penjelasan Bayu karena rasa gugupnya sendiri.

Setelah tegukan kedua, Alvin pun kembali tersenyum kepada Bayu. “Boleh dilanjut, Mas..” Katanya.

“Oke, aku lanjutin ya.” Balas Bayu.

“Jadi Vin, sebenernya.. dua tahun yang lalu, kita itu cuma. . . salah paham.”

Salah paham? Saut Alvin dalam hati.

Bayu terdiam sejenak. Ia menunggu respon dari Alvin. Namun nihil. Mantan kekasihnya itu tidak merespon selain menunjukan perubahan air muka yang cukup jelas di sana.

Merasa jika Alvin sedang menunggu, Bayu pun melanjutkan ceritanya, “sekali lagi aku bilang, waktu itu, kita cuma salah paham, Vin. Bener-bener salah paham..”

“Aku ngaku salah Vin karena udah berbulan-bulan ilang dari kamu, ngeghosting kamu, ngasih harapan yang nggak jelas, aku tau aku salah dan bodoh banget waktu itu.. dan aku bener-bener maklum kalau kamu marah. . .”

Ya jelas lah marah anjir, siapa yang nggak bingung kalo pacarnya berbulan-bulan ngilang, susah dihubungi, jadi kang ghosting, gerutu Alvin di dalam hati.

“Saat itu, waktu aku sadar kalau aku salah, aku bener-bener berusaha buat reach out kamu, Vin.. aku pengen jelasin semuanya, segalanya, supaya hubungan kita nggak sampai rusak. Tapi. . .”

“Tapi Mas Bayu malah sama Mbak Caterine, gitu?” Potong Alvin.

No! No! Bukan gitu, Vin.. sumpah..” Sanggah Bayu.

“Ya terus apa dong Mas? Aku rasa mataku normal kok waktu itu, nggak ada yang bermasalah,” kata Alvin. “Jelas banget waktu itu aku berkali-kali lihat Mas Bayu berduaan sama Mbak Caterine. Terus apa artinya kalo kalian nggak lagi deket?”

Alvin akhirnya punya setitik keberanian untuk melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu.

Pertanyaan yang sukses menjadi momok menakutkan bagi dirinya selama dua tahun belakangan ini.

Pertanyaan yang berhasil membuat Alvin hidup dalam bayang-bayang kebingungan pasca hubungannya dengan Bayu kandas di tengah jalan.

Sebab sampai detik ini, dalam hati kecilnya, Alvin masih terus berharap jika pertanyaan itu tidak benar.

Beruntung saat ini Alvin masih bisa mengendalikan emosinya. Sehingga ia tidak sampai tersulut amarah dan berakhir kesulitan mengendalikan diri.

Bayu mengusap wajahnya kasar. Lelaki itu tampak susah payah meyakinkan Alvin. “Serius, Vin, aku berani sumpah. Aku sama Caterine itu nggak ada hubungan apa-apa..” Katanya.

Kedua alis Alvin bertaut. Bingung. Ucapan Bayu terasa sulit untuk bisa dipercaya.

“Terus hubungan kalian apa dong?”

Ini dia. Pertanyaan keramat bagi Alvin.

Pertanyaan yang menjadi kunci, apakah statusnya dengan Bayu sebagai mantan kekasih bisa diubah atau tidak.

Bayu menatap Alvin lekat-lekat. Ini saatnya gue beresin semuanya sama Alvin. Harus. Semuanya harus jelas. Katanya dalam hati.

Bayu menarik nafas dalam-dalam, sebelum akhirnya berkata. “Oke, aku bakal jelasin. Tapi beneran, aku nggak ada hubungan apapun dengan Caterine,” ucapnya.

Satu tarikan nafas lagi, dan Bayu sudah siap mengatakan segalanya.

“Caterine itu adal—”

Teng Neng Teng Neng

Mohon perhatian. Sesaat lagi rangkaian kereta api Malabar akan tiba di pemberhentian terakhir, stasiun Kota Malang. Harap periksa kembali barang-barang bawaan anda. Kami himbau agar tetap berada di kursi sampai kerta benar-benar berhenti. Terima kasih telah menggunakan layanan kami dan sampai jumpa di perjalanan berikutnya.

Teng Neng Teng Neng

Bayu dan Alvin sama-sama terdiam. Mereka sama-sama melihat ke arah sound di dalam gerbong yang baru saja mengumumkan informasi tersebut.

“Kita udah sampe Malang, Mas?” Tanya Alvin.

Bayu mengangguk, “nggak kerasa banget, tiba-tiba udah sampe,” jawabnya sambil tersenyum kikuk.

“Eh, terus yang tadi itu giman—”

“Kita obrolin nanti ya Mas? Kan masih bisa ketemu di Malang,” Saut Alvin cepat. “Sekarang, kita siap-siap turun dulu… ya?”

Bayu menghela nafas. Sungguh momen yang tidak tepat sekali. Padahal sudah satu langkah lagi Bayu menjelaskan semuanya.

Tapi tak apa lah. Benar kata Alvin. Sepertinya masih ada banyak kesempatan untuk menjelaskan semua itu di Malang.

“Oke deh. Ayo kita siap-siap turun,” kata Bayu sebelum akhirnya membantu Alvin menyiapkan barang-barang bawaannya.


bwuniverr, 2022