H
Erwin menarik nafas dalam-dalam. berusaha mengatur hatinya yang sejak tadi berdebar-debar tidak karuan.
Aneh. Tidak biasanya Erwin merasakan sensasi seperti ini.
Ting Tong!
Lagi. Bel rumah itu berbunyi. Untuk yang kelima kalinya.
Satu tarikan nafas dalam-dalam kembali terdengar.
Pemuda itu memejamkan mata sejenak. Sebelum akhirnya menghembuskan nafas sepanjang mungkin.
“Oke Erwin, mari kita sambut tamu malam ini.” Ucapnya dengan yakin. Sebelum akhirnya ia berjalan cepat menuju pintu rumah.
Sesampainya di sana, Erwin tidak langsung membuka daun pintu berwarna gading di hadapannya.
Ia berdiam sejenak, kembali berusaha menenangkan hatinya yang masih berdebar-debar.
Sekali lagi, setelah sebuah helaan nafas, Erwin pun melangkah maju.
Dipandanginya gagang pintu berwarna emas itu, sebelum ia raih dengan sisa keraguan yang masih bergemuruh di dalam dada.
Ceklek.
“Permisi, Selamat Malam, benar ini dengan kediaman Om Thanat?”
Anjir. . . tunggu bentar. . . kok gue kayak kenal sama suaranya?
Erwin mengangkat wajahnya perlahan-lahan. “Benar, saya anaknya sendir—Hah?!”
“M-mas Brian?”
“Erwin?”
Erwin ternganga. Super kaget dengan apa yang saat ini dilihat olehnya. Begitupun dengan salah satu tamu yang berdiri tepat di hadapan Erwin.
Erwin tidak pernah menyangka jika tamu yang sejak kemarin sang Mami sebutkan itu adalah Brian.
Dan kini, dihadapkan dengan Brian, membuat Erwin kembali mengingat momen kebodohan supernya tadi siang.
Berbanding terbalik dengan Erwin yang masih terlihat sangat kaget.
Di hadapannya, Brian justru terlihat senyum-senyum sendiri. Pria itu, tidak pernah menyangka, jika keluarga Erwin lah yang sejak kemarin disebut sebagai teman oleh sang Papa.
Sambil tersenyum jahil, Brian pun maju selangkah, “nggak nyangka, ya. Kita bisa ketemu lagi.” Ucap Lelaki itu. “Halo lagi, Erwin..” sapanya sambil tersenyum.
Menyisakan Erwin yang masih terlihat shock. Kaget dengan kebetulan yang sangat konyol seperti ini.