Narasi Au Baru
Sore itu lorong asrama terlihat sepi.
Bright berjalan santai sambil menenteng tas yang sepertinya tidak berisi apa-apa sambil menikmati sebatang rokok yang sudah hampir habis setengahnya.
Bright menarik nafas dalam-dalam, sebelum menghembuskannya dengan begitu lega, diiringi kepulan asap rokok yang membumbung tinggi memenuhi lorong asrama.
Satu sedotan lagi sebelum akhirnya rokok itu ia buang ke lantai.
Dan seperti biasanya, Bright segera menginjak puntung rokok yang masih menyala itu.
Helaan nafas terdengar dari mulut mahasiswa yang sering dicap sebagai berandalan itu.
Ia merasa lelah setelah seharian menghabiskan waktu di kampus untuk kuliah.
Padahal sih, ini baru hari pertama semester barunya.
Dan Bright sejujurnya lebih banyak tidur di dalam kelas daripada mendengarkan apa yang dosennya sampaikan.
Ceklek.
Pintu kamar bertuliskan nomor 215 itu terbuka. Menyuguhkan nuansa gelap yang berasal dari kamar yang ditempati pria itu.
Ia pun melangkah masuk. Melepaskan sepatunya di balik pintu, lalu meletakkan tas miliknya di atas nakas.
Walau perangainya terkesan sangar, untuk urusan pribadi seperti kamar asramanya ini, Bright akan menjaganya tetap bersih.
Terbukti dengan interior kamarnya yang tertata rapi, tanpa ada sampah berserakan sedikitpun.
Bright melirik jam digital yang melingkar di tangan kirinya. Pukul lima sore.
Ia pun buru-buru melepas kaos dan celananya. Ia letakkan jam yang sejak pagi melingkar di tangan kirinya sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi.
Bright merasa cukup lelah. Dan sepertinya, mandi menjadi salah satu alternatif untuk bisa menghilangkan rasa lelah yang ia rasakan.
Bright paling tidak suka diganggu. Oleh apapun itu.
Pemuda itu akan marah apabila ada sesuatu yang mengusik dirinya. Baik sengaja ataupun tidak.
Termasuk saat ini.
Bright sedang asyik menikmati kegiatan mandi sorenya.
Merasakan betapa nikmat saat tubuhnya yang lelah itu diguyur oleh air hangat.
Serta menikmati wangi aromatherapy dari lilin yang ia letakkan di dalam kamar mandinya.
Namun momen khidmatnya itu harus terganggu lantaran sejak tadi ada yang mengetuk pintu kamarnya terus-menerus.
Dengan emosi yang sudah tersulut karena suara ketukan tadi, Bright pun menyambar kaos dan celananya.
Dan secepat kilat, Bright kenakan pakaiannya itu.
Pemuda itu pun melangkah keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang terlihat kusut. Emosi.
Bright sudah Siap menghajar siapa saja yang sudah mengusik ketenangannya di sore ini.
Langkahnya ia percepat.
Dan dengan segenap amarah yang sudah bergemuruh di dalam dada, Bright pun memutar knop pintu kamar asramanya itu.
Cklek.
“Heh, brengsek. Ngapain lo ketok-ketok kamar gue? Ganggu tau gak?! Punya otak gak sih lo?!” Sambar sang berandalan itu tidak pandang bulu.
Namun hening, tidak ada jawaban.
Padahal Bright bisa melihat dengan jelas bahwa saat ini ada seseorang yang sedang berdiri di hadapannya.
Bright menghembuskan nafasnya. Desahan dari mulut pria itu terdengar sarat akan amarah.
Ia memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya.
Hendak melihat siapa orang yang sudah kurang ajar mengusik ketentramannya di sore ini.
“Lo budeg apa gimana sih?! Kalo ditanya tuh jaw—”
“M-maaf, Kak. . .”
“...ab . . . . .”
Deg!
Deg!
Deg!
Anjir. . . .
Teriakan yang hendak Bright lontarkan seolah melesat kembali ke dalam tenggorokannya saat ia disuguhi wajah sang pelaku pengetuk kamarnya di sore ini.
Bright terpaku. Seperti sedang terhipnotis.
Tepat di hadapannya, Bright bisa melihat dengan jelas.
Sepasang mata hitam dengan kerling paling jernih yang belum pernah Bright lihat dalam hidupnya.
Wajah laki-laki itu begitu manis.
Bersih, putih, belum lagi rona merah yang terpancar jelas menghiasi pipinya.
Laki-laki itu menatap Bright dengan pandangannya yang terlihat penuh harap.
Dan entah kenapa, ditatap seperti itu membuat emosi yang sejak tadi siap meledak dalam diri Bright lenyap seketika.
Bright mengedipkan mata sambil geleng-geleng kepala.
Pemuda itu berusaha memulihkan kesadarannya yang sempat hilang beberapa saat karena wajah tamu tidak diundang di hadapannya ini.
“L-lo. . . s-siapa?” Tanya Bright kikuk.
Demi Tuhan, ini adalah kali pertama dalam hidup Bright untuk merasakan sensasi gugup yang aneh seperti ini.
Laki-laki manis itu mengangkat lagi wajahnya, “a-aku.. Metawin, Kak. . . m-mahasiswa baru..” jawab lelaki bernama Metawin itu dengan tidak kalah gugupnya.
Bright berdehem. Berusaha mengusir gugup yang yang masih menguasai dirinya, sekaligus berusaha agar ia terlihat tenang di hadapan tamunya ini.
“Mau apa lo kesini?” Tanyanya dingin.
Laki-laki itu tampak memilin ujung kemejanya sendiri. Ia terlihat ragu.
Setelah menunduk beberapa saat, Metawin kembali menatap Bright dengan tatapannya yang sejak tadi sukses membuat Bright gugup.
“A-aku.. tinggal di sini, Kak.. aku dapat kamar nomor 215. . .”
“Hah?! Yang bener?! Nggak usah ngarang ya lo!” Sahut Bright tidak terima.
Udah gangguin gue mandi, pake segala bohong juga nih bocah, kurang ajar.
Metawin menggeleng ribut. “Aku nggak bohong, Kak. . .” Jawabnya panik.
Pemuda manis itu terlihat merogoh saku celananya dengan buru-buru.
Sebelum akhirnya mengeluarkan benda kecil dan langsung mengarahkannya kepada Bright.
“Ini buktinya, Kak. Kunci kamarku. Dapat dari Ibu asrama. . .” Jelasnya.
Alis Bright bertaut. Sambil menatap penuh curiga, Bright meraih benda kecil yang rupanya adalah kunci berwarna perak dengan sebuah kartu yang menjadi gantungannya.
Dan saat sederet angka yang tertulis di atas kertas itu tertangkap oleh mata Bright, barulah mahasiswa yang kerap dicap sebagai berandalan kampus itu terbelalak.
- Nomor yang sama persis dengan apa yang tertulis di pintu kamarnya.
Anjing! Umpatnya dalam hati.
Bright kembali menatap wajah Metawin.
Pemuda manis itu masih terlihat gugup. Air mukanya menggambarkan rasa takut dan harap-harap cemas yang begitu jelas.
Bener anjir. . dia. . sekamar sama gue. . .
Gulp.
“Berarti.. Lo, sekamar sama gue?” Tanya Bright sekali lagi.
Dengan raut wajah yang masih sama, pemuda itu mengangguk.
Dan saat itulah Bright akhirnya menyadari, bahwa mulai detik ini, ia akan berbagi kamar dengan Metawin. Si Mahasiswa Baru dengan wajah manis dan lucu, yang diam-diam sukses membuat Bright terhipnotis karena parasnya itu.