Narasi Ending.
Laptop sudah menyala, dan mereka sudah bersama.
Bright merebahkan diri di atas ranjang.
Metawin pun melakukan hal yang sama.
Hanya saja, pemuda manis itu mengambil posisi yang kelihatan lebih nyaman.
Dengan menyandarkan diri di dada kekasihnya.
Momen hangat keduanya itu ditemani oleh serial A Business Proposal yang Metawin putar di laptopnya.
Namun sepertinya, tayangan itu tidak cukup menarik.
Sebab sejak tadi, Bright sama sekali tidak melihat serial itu.
Si Berandalan itu justru sibuk memandangi kekasih manisnya.
Sambil memainkan rambut hitam lembut milik oknum yang tengah bersandar di dadanya.
Ctik!
Tiba-tiba Metawin menghentikan tayangan di laptopnya itu.
Ia lantas mendudukkan diri, sambil menatap Bright lekat-lekat.
“Kenapa? Kok dimatiin netflixnya?” Tanya Bright bingung.
Metawin menghela nafas, “nggak asik.” Sahutnya sambil cemberut.
“Loh.. nggak asik kenapa, hm?”
“Kakak yang nggak asik.” Sahut Metawin dengan bibirnya yang masih cemberut.
Bright tertawa, “haha, kok kakak yang nggak asik?” Sahutnya.
Pria itu lantas ikut mendudukkan diri, “nggak asik kenapa, hm?” Tanyanya sambil memegang tangan kekasihnya itu.
Metawin justru memalingkan wajah.
Dan Bright bisa mendengar hembusan nafas dari pacarnya itu.
“Sayang. . . Cimol sayang. . .” Panggil Bright sambil tertawa, “iya deh iya.. kakak minta maaf kalo nggak asik.”
Metawin masih diam. Enggan menggubris ucapan Bright.
“Hey, sayang. . .” Panggil Bright lagi. “Sini dong lihat kakak,”
Ia lantas menyentuh pipi kesayangannya.
Lalu ia gerakkan secara perlahan agar kembali menghadap ke arahnya.
Bright makin sulit menahan senyumannya saat melihat wajah Metawin yang kini sedang cemberut.
Tingkat kelucuannya seolah meningkat berkali-kali lipat.
“Coba dijawab dong, sayang.. kakak nggak asik kenapa?” Tanyanya sambil mengusap pipi bersih itu.
Dengan wajah yang masih kelihatan kesal, akhirnya Metawin menjawab, “katanya mau diajak nonton netflix. Tapi kakak malah nggak nonton sama sekali. Aku doang yang nonton. Nyebelin.”
Bright tidak bisa menahan tawanya.
Lucu. Lucu sekali pacarnya ini.
Bright baru tahu jika Metawin bisa jengkel dan merajuk hanya karena masalah seperti ini.
“Ih Kakak kok malah ketawa sih!” Ucap Metawin.
“Haha, iya-iya, maaf… habisnya kamu lucu banget sih, kakak gak bisa nahan ketawa jadinya..” sanggahnya.
Pria itu lantas menghentikan tawanya.
Kemudian, ia pun memajukan tubuhnya. Untuk membawa Metawin ke dalam pelukannya.
“Kakak minta maaf yaaa kalau nggak asik dan bikin kamu sebel begini,” bisik Bright di telinga sang kekasih.
“Tapi kakak punya alasan kok kenapa jadi nggak fokus nonton,” ucapnya lagi sambil melepas pelukan itu.
Dahi Metawin berkerut, “apa alasannya?” Sahutnya.
Bright kembali tersenyum.
Tiba-tiba, tangan kanannya terangkat untuk mencubit gemas pipi Metawin.
“Soalnya, kamu lebih menarik daripada netflixnya, sayang.. makanya kakak nggak fokus ke sana. Fokusnya kakak, cuma kamu, hehe.”
“Ih males banget kak Bii gombal,” balas Metawin sambil menepis tangan itu.
“Loh, beneran ini. Kamu tuh jauuuuh lebih menarik daripada netflix.”
Walau kesal dengan jawaban Bright, Metawin tetap tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu.
“Tuh tuh pipinya merah, ciyeeee cimolnya mau mateng ini..” goda Bright sambil menoel pipi gembil itu.
“Kak Bii jelek, wleee.” Balas Metawin sambil menjulurkan lidah.
Keduanya lantas sama-sama tertawa.
Menertawakan tingkah masing-masing yang sama-sama menggemaskan.
Sesaat kemudian, Metawin merebahkan dirinya.
Meletakkan kepalanya di paha milik Bright.
“Emang kakak punya bukti?” Tanya Metawin sambil meraih dagu Bright dengan tangannya.
Bright menatap wajah kekasihnya, “bukti? Bukti apa?” Tanyanya.
Metawin menggigit bibir bawahnya.
“Bukti apa, sayang?” Bright mengulangi.
“Bukti kalo aku lebih menarik dari netflix, hehe. . .” Jawab Metawin sambil tersenyum jahil.
Melihat senyuman di wajah kekasihnya itu, Bright seketika paham.
Maka, Bright pun mulai bergerak, menundukkan wajahnya.
Kedua matanya tidak lepas sedikitpun untuk memandangi Metawin.
Ia menahan wajahnya saat jarak yang tersisa hanya satu jengkal saja.
Jarak itu begitu dekat. Hingga membuat keduanya sama-sama bisa merasakan nafas masing-masing.
“Ini buktinya,” bisik Bright lembut.
Bright kembali bergerak. Mengikis habis jarak yang tersisa, dan akhirnya. . .
Cuuuuppp!
Lagi. Kedua bibir itu bertemu.
Untuk menyalurkan rasa yang ada dalam hati mereka.
Ciuman itu bertahan cukup lama.
Lembut, panas, dan terasa memabukkan di saat yang bersamaan.
Dan tautan bibir itu baru terlepas saat Metawin memukul lirih bahu Bright.
Memberi isyarat bahwa ia kehabisan nafas.
Bright lantas mengangkat wajah. Menyuguhkan sebuah senyuman kepada Metawin.
“Gimana.. terbukti nggak, hm?” Tanya Bright sambil mengusap bibir Metawin dengan lembut.
Metawin mengangguk, “terbukti, hehe. . .” Jawabnya.
“Mau bukti lagi?”
“Hehe, mau. . .”
Mereka sama-sama tersipu malu.
Sedetik kemudian, Bright mengangkat tubuh Metawin.
Ia merebahkan tubuh kekasihnya itu di atas kasur, lalu mulai merangkak di atasnya.
Bright menumpukan kedua tangannya di samping bahu Metawin.
Membuatnya bisa leluasa menatap wajah kekasihnya.
Dipandanginya wajah manis itu.
Wajah milik seorang laki-laki yang sukses meluluhkan hatinya yang keras bagai batu.
Sambil terus tersenyum, Bright berbisik lembut, “terima kasih ya, sayang…”
“Kakak sayang sama cimol. . .”
Di bawahnya, Metawin ikut tersenyum.
Ia usap pipi lembut milik Bright, seraya berkata, “aku juga sayang sama Kak Bii..”
Senyum di wajah Bright terlihat begitu lebar.
Ia tampak bahagia sekali saat ini.
Akhirnya, Bright menggerakkan tubuhnya.
Mengikis habis semua jarak yang tersisa di antara mereka.
Hendak memagut bibir sang kekasih dengan penuh cinta, penuh rasa, dan penuh kebahagiaan.
– fin