narasi lagi coey
Dengan sekuat tenaga, Bright berlari cepat kilat melewati jalanan dan lorong-lorong kampus.
Wajah pemuda itu terlihat panik sekali.
Tubuhnya melesat cepat, membuat seisi kampus menatap bingung ke arahnya.
Tapi berkat usahanya itu, tidak butuh waktu lama bagi Bright untuk tiba di sana.
BRAKK!!
Pintu Klinik itu Bright dorong sekuat tenaga setelah ia sampai di sana.
Ia langsung menatap sekeliling. Mencari tanda-tanda keberadaan Metawin.
Sedetik kemudian, Bright bisa melihat seseorang yang kini tengah berjalan ke arahnya.
“Kak Bright, ya? Saya Khao. Temennya Metawin,” sapa pemuda bertubuh mungil itu kepada Bright.
“Metawin mana?” Todong Bright dengan nafasnya yang masih terengah-engah.
Khao bisa melihat dengan jelas air muka sang berandalan yang kini terlihat sangat panik, “Kak Bright tenang dulu ya, Metawin ga—”
“Metawin dimana?!”
Khao menelan ludah.
Akhirnya ia bisa melihat sendiri betapa seramnya sosok Bright yang terkenal sebagai berandalan itu.
Akhirnya, Khao pun menunjuk ke belakang sana.
Ke tempat yang dibatasi oleh tirai putih.
“Metawin ada di sana, Kak. . .” Tunjuk Khao.
Tanpa basa-basi, Bright langsung melesat ke sana.
Meninggalkan Khao yang masih terheran-heran dengan sosok kakak tingkatnya itu.
Jantung Bright berdebar semakin kencang.
Lantas dengan segenap rasa panik yang ada di dalam dada, Bright tarik tirai putih itu kuat-kuat.
Srakk!
“Metaw—Lah??”
“Loh? Kak Bright? Ngapain di sini?”
“Lah? Kok lo gak pingsan?” Tanya Bright bingung saat melihat Metawin yang terlihat baik-baik saja.
Pemuda itu malah duduk di atas ranjang klinik sambil bermain ponsel.
Tidak ada selang infus, perban, kompres, atau luka sedikitpun di tubuhnya. Metawin benar-benar terlihat seperti orang waras.
Dan hal itu membuat Bright bingung.
“Lo kok duduk sih? Kok gak pingsan?” Tanya Bright lagi.
“Ih Kak Bright kok malah nyuruh pingsan sih,” sahut Metawin, “aku loh nggak apa-apa.”
Wajah Bright langsung terlihat emosi, “lah tadi kenapa temen lo ngechat gue, katanya lo masuk klinik?”
“Yah. . kan bener kak aku di klinik. .” Sahut Metawin bingung.
“Oh iya juga ya jir. . .” Gerutu Bright. “Maksud gue lo kenapa masuk klinik?!”
“Dia gak papa Kak..” Khao, yang baru saja ikut masuk ke bilik Klinik tempat Metawin beristirahat, ikut menanggapi.
“Gak papa gimana? Ini ada apaan sih sebenernya?! Jangan bilang kalau cuma prank?!!” Cecar Bright kepada Khao.
Khao tersenyum kikuk, “beneran kak.. anaknya nggak apa-apa.. tadi dia habis keselek siomay..”
“Hah?! Keselek Siomay?!” Sahut Bright tidak percaya, “jadi. . . lo ngechat gue tuh cuma gara-gara Metawin keselek siomay?!”
“Enggak-enggak. . .” sahut Khao panik.
“Tadi niatnya emang mau kasih kabar Kak Bright.. tapi beneran kok Metawin tadi sempet masuk angin. Terus minta aku kerokin, makanya aku bawa ke sini. Terus abis itu aku beliin siomay, nah anaknya masih pusing, makan nggak fokus, akhirnya keselek deh. . .” Jelas sahabat Metawin itu.
Bright hanya bisa melongo mendengar penjelasan Khao itu.
Sedangkan Metawin tampak kebingungan dengan situasi yang ada di hadapannya saat ini.
Bright lantas menoleh ke arah Metawin. Ia pandangi teman sekamarnya itu sejenak, sebelum akhirnya bertanya, “beneran habis masuk angin?” Tanyanya.
Metawin mengangguk, “iyah. Tadi aku dikerokin sama Khao. Ini buktinya,” jawabnya sambil membalik badan.
Ia lantas menarik kemejanya ke atas.
Menyuguhkan punggung Metawin yang sudah dipenuhi garis-garis merah bekas kerokan.
Dan akhirnya, Bright hanya bisa terdiam.
Sambil sedikit menyesali kelakuannya sendiri yang sudah susah payah membelah kampus hanya untuk melihat punggung bekas kerokan seperti ini.
***
Cklek!
Metawin langsung bangkit dari atas ranjang saat pintu kamar itu terbuka.
Ia langsung berjalan cepat. Hendak menyambut Bright yang baru tiba di sana.
“Kak Bright dari mana aj—a. . . .”
Sapaan Metawin itu seketika pudar setelah ia melihat wajah Bright yang terlihat sangat marah.
Sorot matanya begitu tajam. Ada noda debu yang menghiasi wajahnya. Tidak ada senyuman, hanya rahang tegas bak dinding beton yang tersisa di sana.
Metawin menelan salivanya. Kini ia sadar jika kakak tingkatnya ini sedang marah besar.
“Kak Bright?” Sapa Metawin lagi.
Bright akhirnya mengangkat wajah.
Mempertemukan sepasang mata elang miliknya yang langsung menatap tajam Metawin. Membuat si pemuda manis bergidik ngeri.
“Gue abis berantem.” Jawab sang berandalan itu singkat, padat, dan super dingin.
“Berantem?” Sahut Metawin, “b-berantem sama siapa, Kak? Kak Bright nggapapa ka—”
“Bisa gak gausah banyak nanya?!”
Deg!
Metawin seketika mendelik. Kini, ia merasa takut sekali.
Sambil menunduk, Metawin pun mengangguk lirih. “A-aku permisi dulu, Kak. . .” Pamitnya sebelum berlalu pergi menuju kamar mandi.
Meninggalkan Bright yang kini berjalan menuju balkon kamar. Hendak mencari pelarian agar pikirannya tidak terus-terusan kacau.
***
Sambil mengusap jejak air mata yang sempat membasahi pipinya, Metawin membuka pintu kamar mandi itu perlahan-lahan.
Dan tepat saat pintu itu terbuka, Bright sudah ada di sana.
Berdiri di depan pintu, dengan ekspresi wajah yang sudah berubah. Tidak semenakutkan tadi.
Walau begitu, rasa takut dalam hati Metawin tidak berkurang sedikitpun.
Terlebih saat ini, Bright hanya diam seribu bahasa.
“Kak?. . .” Panggil Metawin ragu-ragu.
Melihat Bright yang masih terdiam, Metawin pun kembali berbicara, “k-katanya tadi udah nggak marah. . .”
“Peluk gue.”
“Hah?!” Sahut Metawin kaget.
Bright lantas mengangkat wajah. Menyuguhkan sorot matanya yang terlihat lelah sekali.
Lantas, sang berandalan itu kembali berbicara, “gue mau tidur dipeluk sama lo. Boleh?”
Metawin menggigit bibir bawahnya, ragu. “B-boleh, Kak. . .” Jawabnya lirih.
Satu helaan nafas panjang terdengar dari mulut Bright. Seiring dengan bahunya yang tampak langsung merosot.
Sesaat setelahnya, Bright langsung meraih tangan Metawin, “ayo tidur sekarang.” Ajaknya
Metawin pun hanya bisa mengangguk.
Dan akhirnya, keduanya pun sama-sama beranjak menuju kasur.
Sama-sama merebahkan diri di sana.
Kemudian, Bright langsung berbalik badan. Diraihnya tubuh Metawin untuk ia bawa ke dalam pelukannya.
Metawin pun melakukan hal yang sama.
Ia peluk tubuh kakak tingkatnya itu erat-erat, sambil menyandarkan wajahnya pada dada bidang milik Bright.
Tidak ada lagi rasa takut dalam hati Metawin.
Yang tersisa hanya tanda tanya besar, mengapa Kak Bright tiba-tiba jadi seperti ini.
Sebab selama ini, Metawin belum pernah melihat Bright menunjukan sikap seperti saat ini.
“Kak. . . Kak Bright gapapa?” Tanya Metawin sambil menengadah.
Dengan kedua mata terpejam, Bright menjawab, “sekarang udah gapapa.” Ucapnya. “Peluk gue yang kenceng ya?” Dalam pelukan Bright itu, Metawin mengangguk.
Ia eratkan pelukannya pada tubuh Bright. Sebelum akhirnya ikut memejamkan mata. Dan sama-sama berlayar menuju alam mimpi.