Pertemuan Pertama & Segelas Macchiato


Setelah hampir satu jam menunggu di dalam cafe yang terasa penuh sesak oleh pengunjung, Brian akhirnya bisa bertemu dengan Bang Podd, untuk mengambil barang yang Mas Erd titipkan kepadanya.

Dan saking ramainya cafe itu, Brian hanya sempat berbincang singkat dengan Bang Podd.

Sebelum akhirnya pemilik cafe itu harus kembali ke belakang untuk melayani para pengunjung yang terasa tidak ada habisnya.

Brian berjalan keluar dari toilet. Setelah tadi berbincang dengan Bang Podd, lelaki itu memutuskan untuk mencuci muka. Menghilangkan penat sekaligus sedikit rasa kantuk yang ada di sana.

Makin rame aja ya cafenya, ucap Brian di dalam hati saat ia melihat jika pengunjung cafe itu semakin bertambah banyak.

Sepasang mata elang milik lelaki itu memicing. Menatap bingung ke arah meja tempatnya duduk sejak datang di cafe ini.

Lah? Itu siapa? Tanyanya bingung saat melihat ada seorang pria yang kini sedang duduk di tempatnya itu.

Perasaan, Brian sudah meletakkan tas dan minumannya di atas meja itu. Tapi kenapa masih ada orang yang seenaknya duduk di sana?

Merasa khawatir akan barang-barang miliknya, Brian pun kembali berjalan menuju mejanya.

“Permisi. . .” Sapa Brian pada pria yang sedang duduk di tempatnya itu.

Pria yang sedang asyik meneguk minumannya itu terlihat kaget.

Ia melepas sedotan itu dari mulutnya, menelan sisa minuman yang ada di mulutnya, sebelum akhirnya berbalik badan.

Pria itu menyibak rambutnya. Memperlihatkan sebuah paras yang kemudian sukses membuat Brian terhenyak.

“Iya, Mas. Ada apa?” Sahut pria itu sambil tersenyum.

ANJIR!

Gulp. Brian menelan salivanya susah payah.

Baru kali ini, lelaki itu melihat sebuah senyuman yang terasa begitu manis bagai kembang gula di pasar malam.

Brian mematung di tempatnya. Tubuhnya seolah membeku setelah mendapat kejutan dari pria di hadapannya ini.

“Mas? Halo? Ada yang bisa saya bantu..?”

“Eh,” Brian tersentak. Lelaki itu mengerjapkan matanya, sambil geleng-geleng kepala. Berusaha mengembalikan kesadarannya yang sempat hilang karena dicuri oleh pria manis di hadapannya ini.

“Ehm. . . anu, i-ini.. ini meja say—Loh?

Kedua mata Brian kembali memicing setelah ia melihat minuman yang sejak tadi pria itu bawa dalam genggamannya.

“Maaf, itu minuman saya bukan, ya?” Tanya Brian sambil menunjuk segelas minuman pria itu bawa.

Pria itu terlihat bingung. Ia pun ikut melirik minuman dalam genggamannya, “loh, bukan Mas. Ini punya saya. . .” Jawabnya. “Saya tadi pesan macchiato.”

“Lah, sama.. saya juga..” sahut Brian.

Brian mempertajam pandangannya. Ia amati segelas macchiato dalam genggaman pria itu lekat-lekat. Sampai akhirnya. . .

“Nah!” Serunya saat menemukan sesuatu.

Brian lantas maju selangkah. Ia genggam minuman itu, lalu membalik gelasnya hingga menunjukan sebuah tulisan bernama Brian di salah satu sisinya. “Ini minuman saya. Tuh, buktinya ada nama saya.”

Pria itu seketika mendelik saat menyadari bahwa apa yang Brian katakan memang benar adanya. “Terus minuman gue.. kemana.. anjir...” Gumam Pria itu lirih.

Brian menegakkan tubuhnya. Dan saat ia melihat ke arah meja, Brian menemukan gelas lain dengan isi yang terlihat sama persis dengan miliknya.

Pantesan salah minum.. orang pesennya sama, batinnya.

“Ini punya kamu?” Tanya Brian pada pria itu setelah ia mengambil segelas macchiato lain yang ada di atas meja. “Atas nama.. Erwin, betul?”

Pria di hadapan Brian itu semakin mendelik.

*Anjrit. . . sumpah. . . beneran gue salah minum. . .”

“Hah?! Iya kah?!” Sahut Pria itu panik. Ia sampai langsung berdiri dan menyambar gelas yang dibawa oleh Brian.

Dan saat ia melihatnya, barulah pria itu sadar jika saat ini, ia sudah melakukan kebodohan besar. Sangat Besar.

“ASTAGA!” Pekiknya panik. “Astaga Astaga.. aduh Mas, maaf.. saya salah minum..” ucapnya penuh sesal sambil menatap ke arah Brian.

Kalau biasanya Brian akan menegur atau mengingatkan orang yang bertindak ceroboh seperti ini, untuk kali ini, entah kenapa, Brian enggan melakukannya.

Lelaki itu justru senyum-senyum sendiri sambil melihat tingkah Pria bernama Erwin yang kini terlihat begitu panik.

Selama ini, Brian belum pernah melihat ada seorang laki-laki dengan tingkah lugu dan cenderung lucu seperti ini.

Diam-diam, dalam hati kecilnya, Brian menyimpan setiap tingkah Pria itu. He’s cute, somehow. . .

“Mas.. saya m-minta maaf.. aduh, saya betulan nggak sadar kalau gelasnya keliru..” ucap Erwin sambil mengatupkan kedua tangannya, “t-terus tadi, saya kira nggak ada yang duduk di sini, jadi saya asal duduk aja.. maaf Mas..”

Brian menggaruk pelipisnya sendiri. “Iya-iya. Nggak apa-apa kok. It’s okay. Namanya juga nggak tau, kan?”

Huhuhu, saya malu banget Mas, mau nangis rasanya..”

Ya Tuhan, gemes banget.. gue sampe gak bisa marah anjir...

“Gapapa, hey. Nggak usah nangis. Saya nggak masalah kok..” sahut Brian sambil tersenyum. “Lagian cuma kopi. Nggak masalah. Nggak usah dipikirin. Lain kali lebih waspada aja, oke?”

Pria bernama Erwin itu mengangguk heboh. “Iya Mas, pasti saya bakal lebih waspada lagi!” Sahutnya.

Sambil meremat ujung kemejanya, Erwin menatap sendu ke arah Brian. “S-saya.. dimaafin, kan?”

BUSET LUCU BANGET

ADUH ADUH MATANYA!

ADUH GEMES BANGET, GAK SANGGUP

“Iya, dimaafin kok, santai aja ya..” jawab Brian sambil buru-buru mengedipkan mata.

“Aihhhh… terima kasih banyak Maass..” ucap Erwin antusias. “Kalau gitu, minumannya saya ganti, ya?”

“Eh, nggak usah. Cuman minuman kok. Gak perlu repot-repot,”

Ihh, saya mau ganti rugi ini Mas.. kan punya Mas udah saya minum sampe mau habis..”

“Nggak usah. Nggak perlu. Lagian cuma minuman kok. . .”

“Ih, yaudah kalo gitu saya minta nomernya!”

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Cafe itu mendadak hening setelah Erwin berbicara kepada Brian dengan begitu lantang.

Seisi cafe itu terlihat kaget, ada yang menatap sebal, ada yang berusaha menahan tawanya, dan ada yang terlihat heran dengan apa yang baru saja Erwin sampaikan. Termasuk Brian.

“Minta.. nomer.. saya?” Tanya Brian sambil tersenyum jahil.

“EH! ADUH, BUKAN GITU MAKSUD SAYA MAS!” Sahut Erwin panik. Duh brengseek kenapa gue mempermalukan diri sendiri gini sihhh

“Bukan gitu, Mas. M-maksud saya, anu.. eh, itu, kan Mas nggak mau kalau saya ganti rugi sekarang, jadi s-saya minta nomernya biar gampang ngehubungi kalau sewaktu-waktu Masnya udah mau saya ganti rugi, gituuu.” Ucap Erwin susah payah sambil berusaha menahan rasa malunya sendiri.

Tawa yang sejak tadi Brian tahan akhirnya lepas juga.

Lelaki itu tergelak dalam tawa setelah melihat tingkah pria bernama Erwin yang begitu ajaib ini.

Merasa kasihan dengan Erwin, Brian akhirnya menjulurkan tangannya. “Oke. Sini hpnya. Saya kasih nomer saya.”

Dengan wajah yang terlihat semerah tomat, Erwin menyerahkan ponselnya kepada Brian.

“Nih, udah.” Ucap Brian sambil menyerahkan kembali ponsel itu kepada pemiliknya.

Saat Ponsel itu sudah kembali ke tangan Erwin, Brian kembali menjulurkan tangannya. “Salam kenal, Brian.”

Erwin mengerjapkan matanya, sebelum akhirnya menyambut tangan Brian dengan sedikit ragu. “Salam kenal, Mas. S-saya.. Erwin.”

Setelahnya, Erwin buru-buru melepas jabat tangan itu. “K-kalo begitu, saya permisi ya Mas..” ucapnya. “Pokoknya, lain kali kalau saya mau ganti rugi, Mas Brian harus mau, oke?”

“Iya, lain kali saya mau kok.” Sahut Brian sambil tersenyum.

Dan di detik berikutnya, Erwin langsung melangkah pergi. Terbirit-birit meninggalkan Brian sekaligus keluar dari dalam cafe tempat ia melakukan kebodohan besar dalam hidupnya.

Brian pandangi punggung pria lucu bernama Erwin itu.

Ia tidak pernah menyangka jika kedatangannya ke sini sebagai utusan dari sang sepupu, justru membawa Brian bertemu dengan sosok super ajaib yang diam-diam berhasil mengambil tempat dalam hatinya.

Walau singkat, pertemuannya dengan Erwin terasa begitu berkesan.

Brian sendiri tak mengerti, mengapa benaknya tak bisa mengusir potret wajah pria lugu dan lucu itu dari sana.

Seolah, pikirannya itu hendak menyimpan momen pertemuannya dengan Erwin sebagai salah satu memori indah di sana.

Sejak dulu, Brian tidak pernah percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Sebab baginya, hal itu terasa mustahil.

Tapi sekarang, Brian baru sadar jika hal itu memang benar adanya.

Karena saat ini, tanpa Brian sadari, dirinya telah jatuh. Jatuh ke dalam perangkap bernama Cinta. Pada seorang pria asing, pria asing dengan tingkahnya yang ajaib, pria asing yang Brian ketahui bernama Erwin.


bwuniverr, 2022