Setelah berpamitan dan diberi tahu lokasi toilet terdekat oleh Khao, Alvin pun segera pergi ke sana.

Ia berjalan santai sambil memandangi kantor barunya ini.

Alvin merasa bahagia. Karena akhirnya ia bisa mendapat pekerjaan baru di sini.

Dan jujur, Alvin sudah merasa betah di kantor barunya ini, padahal belum genap satu hari ia bekerja.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Alvin tiba di toilet kantornya.

eh, anjir.. wanginya..

Langkah Alvin terhenti saat ia tiba di bibir toilet itu, karena ia mencium wangi yang terasa familiar di indera penciumannya.

Wangi ini, wangi maskulin ini, Alvin seolah kenal dengan aroma ini.

Ah, tapi kayaknya gak mungkin deh..

Ah elah Alvin, pabrik parfum gak cuma produksi satu doang kali,

Yap. Benar. Sudah pasti ini cuma perasaan Alvin saja.

Setelahnya, Alvin pun bergegas menuju urinoir untuk menuntaskan keperluannya.

Tidak lupa Alvin mencuci tangannya terlebih dahulu di wastafel sebelum akhirnya berjalan keluar dari toilet itu.

Ia berjalan buru-buru. Takut lupa dengan posisi kantinnya. Sekaligus tidak ingin terkecoh dengan wangi yang masih semerbak di dalam toilet itu.

Yang tidak ia sadari, ada seseorang yang baru saja keluar dari salah satu bilik toilet tepat sebelum Alvin keluar dari toilet itu.

Diam-diam, orang itu memperhatikan lekat-lekat figur Alvin yang melangkah pergi.

Bukan tanpa alasan, karena orang itu merasa tidak asing dengan figur Alvin, walau ia hanya melihat dari belakang saja.