bisma edwin, oneshot rated!
Tag(s)! :
using a stimulants, have a lot of vulgar scene, blowjob, nipple play, kissing, fingering, multiple orgasm, banyak kata-kata kasar. Intinya ini jorok, jorok, jorok. jadilah pembaca yang bijak ya sobat, thanks.
Edwin panik bukan main saat dirinya tau kalau Bisma baru saja meminum segelas es teh sampai habis tidak tersisa.
Lah? Minum es teh aja kenapa sampe panik?
Kalau yang di sikat habis oleh kekasihnya itu hanya segelas es teh biasa, Edwin tidak akan panik, sedikitpun. Tapi sayangnya, es teh yang diteguk Bisma sampai habis tidak bersisa itu mengandung.. viagra. Nah loh, siapa yang nggak panik coba?
Edwin pandangi kekasihnya, si Bisma, yang saat ini sedang duduk sambil menundukkan wajahnya di atas sofa.
Aduh.. apa obatnya udah bereaksi ya? gumam Edwin dalam hati.
Dari apa yang Edwin lihat, sepertinya efek obat itu mulai bekerja. Karena sejak tadi, Bisma tampak gelisah. Ia berkali-kali meregangkan tubuhnya, mengusap tengkuknya sendiri, sambil memicingkan wajah, persis seperti orang yang sedang merasa gerah.
“Bi..” panggil Edwin kepada Bisma.
Bisma pun mengangkat wajahnya, “hmm?” sahutnya sambil terus mengusap tengkuknya sendiri.
Waduh.. gawat, muka nya Bisma udah merah banget.. gumam Edwin lagi di dalam hati.
“Kamu gapapa?” tanya Edwin kepada Bisma. Pemuda itu mendudukkan dirinya di samping Bisma, berusaha mengetahui kondisi kekasihnya itu walaupun sebenarnya ia panik sekali.
Di sampingnya, Bisma mengangguk. Pemuda tampan itu lantas mengangkat wajah nya. Mempertemukan kedua mata elang yang tampak begitu mabuk itu dengan obsidian hitam milik Edwin.
Dari sorot mata itu, Edwin jadi tau kalau Bisma, sudah menyala.
Gulp, Edwin meneguk salivanya susah payah.
Duh kenapa sih Bisma kok kelihatan makin ganteng aja kalau sedang terpengaruh obat seperti ini..
“Bi, kamu gak mau mandi dul—”
“Panas.. Win..”
Mampus...
Bisma yang wajahnya semakin sayu, tiba-tiba mengangkat tangannya. Ia bawa tangan kekar itu menyentuh sisi wajah Edwin. Mengusapnya lembut.
Edwin berusaha mati-matian menahan senyum, ia sentuh tangan kekasihnya yang bertengger di pipi nya lalu kembali melemparkan senyum, “Bi.. kamu mandi dulu aja ya..” ucapnya.
Bisma langsung menjawab ucapan Edwin dengan gelengan singkat. “Aku.. panas.. Win..” ucapnya lagi, di selingi tubuhnya yang bergerak perlahan mendekati Edwin.
Aduh! Gimana nih??
“Bi.. kamu.. Bi, coba lihat aku dulu Bi..” ucap Edwin yang sedang berusaha menyadarkan Bisma.
Tapi rasanya sia-sia. Sebab Bisma tak menghiraukan sedikitpun ucapan Edwin. Pemuda tampan itu bagai dikendalikan sesuatu yang begitu liar di dalam dirinya.
Bisma semakin merapatkan tubuhnya dengan Edwin, yang membuat tubuh Edwin terhimpit di antara Bisma dan ujung sofa.
Kedua obsidian hitam milik Edwin membola setelah wajah Bisma tiba dengan sangat dekat di hadapannya.
Nafas Bisma memburu, dengan kedua mata yang tampak menyeramkan sekali bagi Edwin. Kekasihnya itu tampak menelan ludah, lalu mengarahkan kedua tangannya ke wajah Edwin. Menangkup, atau lebih tepatnya, mengunci posisinya.
“Bi..” panggil Edwin lirih. Ia sudah tidak bisa lari kemanapun. Posisinya terkunci, dan ia harus dihadapkan dengan Bisma yang tengah dikuasai oleh nafsu. Masa iya Edwin harus menendang Bisma.. ah, dia tidak tega. Lagi pula, siapa sih yang iseng banget memasukkan obat kuat ke dalam es teh? dasar kurang ajar.
“Win.. boleh ya?..” pinta Bisma dengan suara seraknya, yang sukses menggugah Edwin dari lamunannya.
Edwin makin mendelik, aduh.. gimana ini.. “Bi.. kayak nya kamu mandi dulu deh, atau minum dulu ya?” ujar Edwin sambil berusaha melepas sentuhan tangan Bisma.
“Nggak mau..” sahut Bisma singkat.
Edwin menghela nafas, sepertinya mau dibujuk gimanapun Bisma gak bakal dengerin deh, “Kalo gitu mending kita mak—”
CUP!
“hmmph!” belum usai Edwin berbicara, Bisma lebih dulu menyerang bibir sintalnya dengan sebuah ciuman.
Ciuman yang dilayangkan Bisma bukan lagi ciuman hangat seperti yang biasa mereka lakukan. Ciuman kali ini terasa begitu panas.
Edwin yang awalnya terkejut, perlahan bisa mengimbangi tempo ciuman Bisma yang begitu menuntut.
Keduanya saling meraup bibir satu sama lain, menimbulkan bunyi kecipak basah di seluruh ruang tamu rumah Edwin.
“mmmhh..” lagi. Desah yang Edwin coba sembunyikan susah payah, akhirnya lolos juga setelah Bisma dengan lihainya menyapu belah bibir miliknya dengan lidah. Yang sukses membuat Edwin dimabuk kepayang.
“nggh-mmh!”
PWAH!
Ciuman itu akhirnya terlepas setelah Edwin mendorong dada Bisma secara paksa. Sebab ia kehabisan stok oksigien di dalam dada.
Wajah Edwin yang tadinya sarat akan rasa panik, kini telah berubah sayu, persis dengan Bisma. Karena ciuman itu tadi.
Edwin menatap Bisma dengan nafas terengah. “Bi..” panggilnya lemah.
Bisma memejamkan matanya sejenak, lalu menggeleng lemah. Ia tatap Edwin di hadapannya, “aku.. minta maaf win..” ujarnya lirih, “rasanya panas banget..” imbuhnya.
Mendengar permintaan maaf dari Bisma membuat Edwin terhenyak.
Bukan. Ini bukanlah kesalahan Bisma. Bisma hanya menjadi korban dari tingkah iseng teman-temannya, hingga harus berakhir seperti ini. Dan sejujurnya, Edwin tidak masalah jika harus melakukannya. Toh dia juga sebenarnya penasaran, ingin mencobanya. Hanya saja, melihat Bisma yang mabuk seperti itu membuat Edwin merasa panik.
Edwin lantas mengusap sisi wajah Bisma yang membuat Bisma mengangkat wajahnya lalu kembali menatap Edwin.
“Gapapa Bi..” ujar Edwin, “aku gapapa kok..” imbuhnya. Ia suguhkan senyum kepada Bisma, lalu kembali berujar, “tapi.. jangan di sini ya.. kita ke kamar aja, oke?”
Bisma tampak sedikit terkejut. Kedua matanya mengerjap-ngerjap, seakan tidak percaya. “Kamu.. beneran win?” tanya Bisma memastikan.
“He'eum..” sahut Edwin, “aku beneran kok Bi...”
Wajah Bisma masih tampak tidak percaya, “kalo kamu nggak siap gapapa Win.. aku mau pergi aja, biar kamu ngg—”
CUP!
Edwin memotong ucapan Bisma dengan sebuah ciuman, yang sukses membuat Bisma semakin terkaget-kaget.
“Aku gapapa Bi, aku mau,” ujar Edwin dengan yakin, “tapi jangan di sini ya, di kamar aja..” ucapnya lagi.
Bisma tampak menghela nafas sejenak, sebelum akhirnya tersenyum kepada Edwin, “Makasih ya Win..” ucapnya.
“Sama-sama.. Bi..” sahut Edwin.
Maka kemudian, Bisma bergerak perlahan. Ia susupkan kedua lengannya di perpotongan leher dan lutut Edwin, lalu mengangkatnya dengan hati-hati.
Edwin mengeratkan pelukannya pada bahu Bisma, memberikan seluruh kepercayaan yang ia miliki pada sang kekasih, membiarkan Bisma berjalan menggendongnya menuju kamar.
***
nghhhh-Bi... mmhh!
Desahan Edwin tak lagi mampu ia bendung. Kamar bernuansa monokrom itu kini penuh sesak oleh bunyi desah dan kecipak basah yang berasal dari cumbuan panas kedua insan yang ada di dalam sana.
Bisma dengan begitu beringasnya menghujani Edwin ciuman panas bertubi-tubi, yang nyatanya sukses membuat Edwin mendesah dengan begitu vokal.
cup!
enghh!
slurp.. mmhh! Bi-ahh!
Bisma seakan tak memiliki hari esok. Ia lumat habis bibir sintal milik Edwin. Menyesap, mengulum, menjilatnya berkali-kali hingga membuat bibir itu basah.
Sedangkan Edwin, pemuda itu hanya bisa meremat kuat-kuat surai Bisma serta kaos yang masih kekasihnya kenakan.
nghhh! Desah Edwin saat Bisma dengan nakalnya menggigit bibir bawah miliknya.
Bisma tak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu ia melihat jika bibir Edwin terbuka, ia langsung melesakkan lidahnya, menukik tajam, masuk ke dalam mulut sang kekasih.
Kedua mata Edwin membelalak, cengkeramannya pada rambut Bisma mengerat seiring desahannya yang semakin vokal.
*mmhhh.. mbisma-nghh! ahhh.. ahh!”
Bisma jelajahi rongga mulut milik Edwin dengan lidahnya. Mempertemukannya dengan deretan gigi, serta lidah milik Edwin.
PWAH!
Benang saliva langsung membentang setelah ciuman itu terlepas. Baik Bisma maupun Edwin, keduanya sama-sama terengah. Seperti habis lomba lari marathon tanpa henti.
Baru saja ciuman itu usai, Bisma sudah bergerak kembali. Ia lepaskan kaos yang membungkus tubuhnya, lalu beralih melepaskan kaos yang dipakai oleh Edwin.
Dan setelah torso milik keduanya terbebas dari apapun, Bisma langsung menyerang tubuh Edwin.
Ia cumbu tubuh bagian atas kekasihnya itu, mulai dari leher, beranjak menuju daun telinga, turun ke bahu, lalu menyusuri dada bidang itu.
Sedangkan Edwin, hanya bisa menggeram, menahan desah sambil terus mencengkeram sprei, berusaha melampiaskan rasa nikmat yang mendera nya.
AHH!
Desah Edwin akhirnya menguar setelah hidung Bisma tak sengaja mengusak noktah hitam yang ada di dadanya. Dan setelah mendengar desah dari sang kekasih, Bisma mengangkat wajah. Sebuah seringai terbit di wajahnya sesaat setelah ia mengetahui bahwa di sinilah titik sensitif yang dimiliki oleh Edwin.
Maka kemudian, kedua tangan yang sejak tadi ai gunakan untuk menumpu pergerakannya, ia alihkan sepenuhnya untuk menjamah buah dada milik Aswin.
“ngghh! Bi.. j-jangan di remes.. Ah! Bi..” desah Edwin saat Bisma dengan nakalnya memainkan kedua dada itu.
Meremasnya, kadang memijat dengan sensual, lalu memainkan kedua puting milik Edwin dengan jemarinya.
Melihat sang kekasih yang sudah on, Bisma tak membuang kesempatan. Pemuda itu lantas mendekatkan wajahnya, lalu mulai bermain-main di titik sensitif Edwin dengan mulutnya.
“Hah! B-bi! Ngghhhhh” Edwin mendongak, matanya terbuka lebar saat merasakan benda hangat menyentuh putingnya.
Cengkeraman Edwin pada sprei kini beralih kepada rambut Bisma, berusaha menjauhkan kepala itu dari sana. Namun sia-sia, Bisma justru bermain dengan nakal sekali di sana, tidak mau melepaskannya barang sedetik pun.
Nghhh.. ssh-Bi!.. ah! jangan digigitin!-shhh
Ah! B-bi.. j-jangan! mmmh...
Tubuh Edwin yang sudah terasa begitu panas, bergerak tidak karuan. Ia terus bergerak ke segala arah, berusaha mencari pelampiasan.
Baik Bisma maupun Edwin, keduanya sudah sama-sama tegang. Bagian bawah tubuh mereka sudah sama-sama bangkit sepenuhnya. Menimbulkan sensasi sesak yang sangat perlu dibebaskan.
Tangan kanan Bisma yang sudah menganggur, perlahan turun ke bawah, berusaha menggapai titik sensitif Edwin yang lain.
“AH! Bi! Ah!!” pekik Edwin saat ia merasakan tangan Bisma sudah menggenggam kejantanannya.
Bisma sepertinya sudah tidak sabar. Sebab dalam waktu sekejap saja, Bisma sudah berhasil menanggalkan boxer serta celana dalam yang Edwin kenakan.
Dan otomatis, Bisma langsung menggenggam kejantanan Edwin, mengurutnya perlahan, maju mundur, menimbulkan sensasi nikmat yang begitu memabukkan.
Mendapat stimulus yang sebegitu nikmatnya, membuat tubuh Edwin bergerak tidak karuan. Tubuhnya ia gerakkan maju-mundur, berusaha mencari titik kenikmatan.
“Bi.. ahh.. please.. please..” rengek Edwin.
Pemuda itu sudah tidak perduli bagaimana wujudnya saat ini. Yang pasti, ia sudah berantakan karena Bisma.
Sedangkan Bisma yang sudah dikuasai oleh hasratnya, tak memperdulikan ucapan Edwin. Ia terus saja bermain dengan dada Edwin sambil mengocok kejantanan milik kekasihnya itu.
Tubuh Edwin semakin panas saja. Perutnya terasa bergejolak, pertanda pelepasannya semakin dekat.
“Bi! please.. a-ku mau keluar-ngghhh!”
Bagai mendengar lampu hijau, Bisma pun mempercepat kocokannya pada penis Edwin, sambil terus menghisap kuat-kuat dada Edwin.
Hingga akhirnya, setelah beberapa saat, tubuh Edwin mengejang.
“Bi! ngg-Ahhhh!!!”
Edwin pun tiba pada puncaknya. Penisnya yang sejak tadi digenggam erat oleh Bisma, memuntahkan cairan putih yang mengotori perut dan tangan Bisma.
Edwin sampai terengah-engah. Wajah nya kelihatan lelah bukan main. Padahal sejak tadi, Bisma lah yang melakukan semuanya.
Melihat Edwin yang berantakan membuat nafsu Bisma semakin meledak-ledak. Tonjolan besar tercetak jelas di celana yang masih ia kenakan.
Bisma pun melepaskan celana itu dari tubuhnya. Membuat kejantanan nya yang sedari tadi terkurung, kini menjulang bebas.
Besar.. besar sekali..
Bisma pun menurunkan tubuhnya kembali. Memposisikan tubuhnya mengungkung Edwin.
“Win.. aku.. beneran boleh?” tanya Bisma lagi. Walau sudah terkendali efek obat yang ia minum tadi, Bisma masih punya kewarasan untuk bertanya kesediaan Edwin.
Sebab bagaimana pun, hubungan seperti ini harus dilandasi persetujuan dan kesanggupan dari kedua belah pihak, dan Bisma tidak boleh egois.
Melihat Edwin yang terdiam, membuat Bisma berpikir, mungkin Edwin belum siap.
“Kalo nggak boleh, gapapa.. aku bisa beresin sendiri..” ujar Bisma sambil tersenyum. Pemuda itu lantas hendak pergi menjauh dari Edwin.
“Boleh Bi,” sahut Edwin tiba-tiba, yang sukses membuat Bisma menatap Edwin kembali.
Edwin suguhkan sebuah senyum kepada Bisma, ia usap sisi wajah Bisma, seraya berkata, “boleh Bi.. aku juga mau..” ucapnya.
Setelah mendengar jawaban Edwin yang sangat yakin itu, Bisma tersenyum puas. Ia lantas mencium bibir Edwin, “kalau gitu, aku siapin kamu dulu ya..” ujarnya yang dibalas anggukan oleh Edwin.
Bisma lepaskan ciuman dari bibir Edwin, lalu mengalihkan atensinya ke arah lubang anal milik sang kekasih.
Ia sentuh sekitar anal Edwin, yang membuat Edwin menggeram rendah, lalu mulai mencari celah untuk memasukkan jarinya ke dalam sana.
he'em-ngah!!
Cengkeraman Edwin pada sprei mengerat seiring erangan vokal menguar dari mulutnya saat telunjuk Bisma tiba-tiba melesak masuk ke dalam lubang anal miliknya.
Edwin memejamkan mata. Sesak, sesak sekali rasanya, padahal baru satu jari yang masuk ke dalam tubuhnya, tapi sensasinya sudah seperti ini.
“Bi.. s-sakit.. ngh!” rengek Edwin.
Bisma usap dengan lembut sisi wajah Edwin setelah kekasihnya itu merintih kesakitan, “maaf ya sayang.. tahan bentar..” ujarnya menenangkan.
Setelah di rasa Edwin mulai rileks, Bisma pun mulai menambahkan jemarinya untuk masuk ke dalam sana.
“mmh.. nghh..” rengek Edwin lagi saat merasakan dua jari Bisma sudah bersemayam di lubang hangatnya.
Bisma pun mulai menggerakkan jemarinya. Membuat gerakan memotong, berusaha melonggarkan lubang anal Edwin.
Sejujurnya, Bisma sudah tidak sabar untuk menggempur kekasihnya itu. Tubuhnya sejak tadi sudah panas tidak karuan. Kejantanannya sudah terlampau keras, sangat ingin dipuaskan.
Walau begitu, Bisma tidak boleh gegabah. Bagaimanapun, kesanggupan Edwin adalah segala-galanya bagi Bisma. Dan itu adalah mutlak, tidak bisa diganggu gugat.
“h-HAH! nghhh!! Bi!!” pekik Edwin saat ujung jemari Bisma tak sengaja menyentuh pusat kenikmatan tubuhnya.
Tubuh Edwin langsung melengkung, terkejut akan rasa nikmat yang tak pernah bisa ia bayangkan.
Found It!, batin Bisma.
Bak seorang juara yang memenangkan kompetisi, Bisma merasa begitu puas melihat kekasihnya seperti ini.
Di tambah lagi, Bisma bisa melihat dengan jelas cairan precum yang kini sudah membasahi lagi penis milik Edwin.
jleb!
“AH! Bi!!”
jleb! jleb!
“Ng-Ahh! Bi! Lagi! Lagi!”
jleb!!
“HAHHH!!!”
Kamar bernuansa hitam itu sarat akan erangan vokal dari Edwin setelah Bisma menumbuk berkali-kali pusat kenikmatan nya. Seiring precum semakin banyak membasahi penisnya.
Setelah di rasa anal Edwin sudah longgar dan siap untuk ia gagahi, Bisma pun mengeluarkan jemarinya dari dalam sana.
Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke arah Edwin, lalu membubuhi kecupan singkat di bibir kekasihnya itu.
Edwin tak lagi mampu bereaksi. Tubuhnya sudah lemas karena pelepasan nya tadi, di tambah stimulus yang diberikan oleh Bisma begitu memabukkan.
Setelah mencium singkat bibir Edwin, Bisma pun bergerak menuju nakas, ia ambil kondom dan lubricant yang memang sudah ia dan Edwin siapkan di sana. Ya.. jaga-jaga lah. Kalau-kalau momen seperti ini terjadi, mereka sudah siap duluan.
Bisma gigit bungkus kondom itu, lalu memakaikan ke penis nya yang sudah menegang sempurna dengan precum yang menghiasi kepala nya.
Lalu ia tuangkan lubricant di tangannya. Ia kocok penisnya singkat, sebelum kembali mendekat pada tubuh Edwin.
“Sayang.. aku beneran boleh?” tanya Bisma lagi.
Edwin yang sudah teler hanya bisa memberi anggukan singkat, “boleh Bi.. aku siap kok..” ujarnya.
Maka Bisma membubuhkan kembali ciuman singkat di bibir Edwin, “makasih ya Sayang.. maaf aku bikin kamu sakit..” bisiknya.
Setelah mendapat izin final dari Edwin, Bisma pun memposisikan penisnya di depan lubang anal milik kekasihnya itu.
Lalu, dengan perlahan, ia dorong penisnya memasuki lubang kenikmatan itu.
Saat kepala penis nya mulai bergerak masuk, Edwin otomatis mencengkeram kuar-kuat bahu Bisma.
“nghhh.. Bi, s-sakit..” rintih Edwin.
Memang sakit. Sakit sekali rasanya. Padahal baru kepala penis Bisma yang memasuki lubangnya.
Tak terasa, air mata meleleh di wajahnya. Membuat Bisma merasa khawatir dengannya.
“Sssh.. sayang.. maaf ya..” ujar Bisma sambil mengecup dahi Edwin, “aku udahan aja ya?” tanya nya lagi.
Edwin menggeleng ribut, “nggak Bi.. jangan.. aku gapapa kok..” tolaknya.
Baiklah. Bisma pun mengikuti permintaan Edwin. Ia lanjut memasukkan penisnya hingga akhirnya seluruh bagian penis itu masuk sepenuhnya di sana.
Bisma pun membiarkan penisnya bersemayam di sana. Membiarkan Edwin terbiasa dengan sensasi menyesakkan itu.
Barulah kemudian, setelah beberapa saat, Edwin akhirnya mengangguk, yang artinya Bisma sudah mendapat akses untuk bergerak.
Dan akhirnya, Bisma pun bergerak.
Melesakkan penisnya masuk, mengeluarkan nya lagi, begitu terus, berulang-ulang secara konstan. Di susul desah dan erangan Edwin yang semakin vokal saja.
“ah! Bisma.. ah! nghh..”
“ah.. emh.. eunghh!”
Bisma terus menggenjot tubuhnya maju mundur. Memenuhi anal Edwin dengan penis besarnya.
Sedangkan Edwin tak mampu berbuat apapun selain mengerang dan menggeliat keenakan.
“Ah! Bi, f-faster please.. enak banget, mmhh”
“As you wish sayang.. ngh! k-kamu sempit banget nghh..”
Rasanya Bisma bisa terbang ke angkasa. Lubang anal Edwin sempit sekali. Dan hal itu sukses membuat Bisma keenakan.
Bisma dekatkan wajahnya pada Edwin, ia ciumi wajah kekasihnya itu sambil terus menggenjot penisnya agar melesak semakin dalam di sana.
mmphh! mmh.. ssshh-ahh!
Desahan panas di ruangan itu semakin kencang saja. Hingga membuat suasana kamar itu semakin panas.
Bisma menarik penisnya keluar dari anal Edwin, lalu sekuat tenaga menghentakkan masuk ke dalam sana.
“NGAHHH!!!”
Tubuh Edwin melengkung bagai busur panah saat penis Bisma telak menumbuk pusat kenikmatannya.
Disusul dengan keluarnya kembali sperma dari penis Edwin, he come untouched, hanya karena stimulus Bisma.
Melihat itu, Bisma justru semakin bersemangat.
Ia percepat hentakannya pada tubuh Edwin.
“Ah! Sayang! ngh, enak bangethh!” erang Bisma sebab anal Edwin yang terasa semakin menyempit.
Bisma pun mempercepat gerakannya kembali.
jleb! jleb! jleb!
ahh! ng-ahhh! mmh-Ahh!!
Wajah Bisma semakin mengerut saat ia merasa segera tiba di puncaknya.
Ia bungkam bibir Edwin dengan mulutnya sendiri, seraya menghentakkan kuat-kuat penisnya.
Satu..
Dua...
Tiga hentakan. Sampai akhirnya,
“Nghhhh! Edwin-AHHHHHH!!!!”
CROT!!
Bisma menyatukan tubuhnya dengan Edwin. Ia sembunyikan wajahnya dalam ceruk leher kekasihnya itu seiring cairan kental menyembur dalam anal Edwin.
Keduanya terengah-engah.
Edwin tatap wajah Bisma dengan pandangan sayu, begitupun Bisma.
Pemuda yang tadinya membara itu kini sudah terpuaskan setelah mencapai klimaks nya.
Bisma sandarkan dahinya pada milik Edwin, menyuguhkan sebuah senyum singkat, seraya berbisik manis, “makasih banyak ya ayang..” yang dibalas anggukan manis oleh Edwin.
***
“Ayang.. kamu beneran gapapa kan? Ayang? Jawab dong.. huhu, aku takut nih..”
Pagi harinya, setelah efek viagra yang Bisma minum telah hilang sepenuhnya, Bisma jadi parno sendiri kepada Edwin.
Sejak pagi, Bisma sudah bertanya kepada Edwin berkali-kali tentang kondisinya. Jujur, Bisma takut sekali Edwin kenapa-napa karena ulahnya.
Sedangkan Edwin hanya bisa tertawa geli melihat tingkah kekasihnya itu. Ia senang sekali melihat Bisma sedemikian perhatian kepadanya.
“Aku gapapa kok Bi, beneran.” sahut Edwin sambil tersenyum, “cuma sakit aja bokong aku.. sisanya gapapa, kan ada kamu di sini..” ujarnya menenangkan.
Bisma tampak menghela nafas, “aku minta maaf ya ayang ya..” ujarnya lagi, “kamu mau apa deh, aku turutin pokoknya ya..” imbuhnya sambil terus memandang khawatir kepada Edwin.
Edwin tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengeratkan pelukannya kepada Bisma.
Ia angkat wajahnya, seraya tersenyum kepada Bisma, “aku mau dimandiin sama kamu, hehe” ujarnya.
“Dimandiin? Udah? Itu aja?” tanya Bisma yang dibalas anggukan oleh Edwin.
Maka Bisma pun tertawa, “oke siap! Perintah Ayang Mbeb akan aku turutin!” ujarnya bersemangat.
Bisma lantas bergerak cepat. Ia angkat tubuh Edwin ke dalam pelukannya yang sontak disambut pekikan kaget oleh Edwin.
“Bi ih pelan-pelan, nanti aku kalo jatuh gimana??” tanya nya panik.
“Enggak bakal yaaang. Kamu tenang aja deh,” ujarnya sambil mencuri kecupan singkat di pipi Edwin, “yuk, kita mandiiii,” imbuhnya sebelum ia berjalan cepat menuju kamar mandi. Membersihkan tubuh keduanya hasil bergumulan semalam.
cr. bwuniverr