bwuniverr

  • porn with plot
  • kissing, nipple play, handjob, blowjob, cumming, dirty talk.
  • please leave this story if you're not be able to read this kind of things yet.

Metawin sedikit terkejut lantaran ciuman Bright terasa cukup kuat. Dan kalau boleh jujur, it feels damn good.. cara Bright memagut bibirnya, cara Bright memberi friksi pada dirinya, rasanya sungguh luar biasa.

Ciuman itu terasa hangat. Lembut, dan tidak menuntut.

Mmh… Nghh..

Desah yang sejak tadi Metawin tahan, akhirnya muncul begitu saja. Ia tak lagi bisa menafikkan betapa hebat Bright saat ini.

Bright melepas ciuman itu setelah merasa cukup. Tanpa sadar, tubuhnya sudah mengungkung Metawin.

Ia pandangi wajah Metawin yang terlihat sayu. Bibir bengkaknya, kedua pipi yang memerah, serta pandangannya yang sudah hanyut dalam permainan Bright membuat dirinya tersenyum puas.

Tak ingin melewatkan kesempatan sedikitpun, Bright kembali bergerak. Bukan bibir, namun leher Metawinlah sasarannya kali ini.

“Ah! M-mas.. mmh..”

Desah dari mulut Metawin terdengar semakin vokal saat ia merasakan bibir lembut serta lidah hangat milik Bright bermain di leher jenjangnya.

Metawin seolah berdiri di jurang kebimbangan. Ia ingin sekali menghentikan Bright sebab rasa geli yang tercipta darinya sungguh tak tertahankan. Namun disisi lain, hatinya seolah enggan untuk berhenti dari kegiatan ini. Rasanya candu, nagih kalau kata orang pada umumnya.

Uhh.. mmh-Ah!

Metawin tak lagi sanggup mengendalikan kewarasannya. Sebab permainan Bright ini sungguh sangat luar biasa. Dan Metawin gila dibuatnya.

Sedangkan Bright, pria itu masih terus menghujani sang kekasih dengan nikmat tiada tara. Sambil sesekali tersenyum saat Metawin mendesah, memejamkan mata erat-erat, tanda ia tak sanggup menerima kenikmatan bertubi-tubi ini.

“Ah! Mas, j-jangan digigit!” Rengek Metawin.

Namun Bright tak mengindahkan permintaan itu. Bright terus menyesap, melumat, menggigiti leher Metawin hingga tercipta bekas kepemilikian di sana.

“M-mas.. udah..”

Bright mengangkat wajahnya. Ia tersenyum melihat Metawin yang sudah terlihat kacau seperti ini. Nafasnya terengah, bibirnya terbuka lebar, dengan pandangan sayu yang justru tampak begitu menawan untuk Bright.

Does it feels good, sayang?” Tanya Bright sambil menyibak rambut yang menutupi dahi sang kekasih.

Metawin menggigit bibir bawahnya. Menatap Bright yang terus tersenyum kepadanya, sambil memberi anggukan singkat, malu-malu.

“Mau dilanjut apa enggak, hm?”

Metawin terdiam. Otaknya kopong, tidak bisa diajak berpikir. Namun dari sorot matanya, Bright bisa melihat bahwa tidak ada penolakan di sana.

“Kenapa diem, sayang? Mau dilanjut yah? Enak kan kayak tadi?”

Ya Tuhan, bohong sekali rasanya kalau Metawin bilang tidak enak. Metawin ingin sekali menjawab, tapi lidahnya kelu. Energinya seperti terkuras habis oleh sentuhan Bright barusan tadi.

“Sayang, answer me. Do you want to stop?”

Metawin menggeleng.


mature content, first night, vanilla-sex, nipple play, kissing, fingering, multiple orgasm, pokoknya ini konten dewasa. harap bijak saat membaca ya. dan jangan nagih lagi hehe :)


Entah kenapa, Windra merasa gugup. Gugup sekali. Sejak tadi saat ia masih berada di kamar mandi, jantungnya berdegub kencang tidak karuan. Ia merasa was-was, seperti sedang diintai oleh sesuatu. Aneh sekali, kan? Padahal saat ini, ia hanya sedang berdua saja dengan suaminya, Bright. Oh... atau justru karena itu ya?

Lelaki manis yang hari ini resmi menjadi suami Bright itu melangkah memasuki kamar Bright yang telah disiapkan sedemikian rupa untuk menjadi kamar pengantin mereka dengan ragu-ragu.

“Eh, sayang.. udah beres mandinya?” Bright yang sedang duduk sambil menyandarkan dirinya di headboard kasur, bertanya sambil menyunggingkan senyum kepada Windra.

Windra membalas senyum suaminya itu, “udah, Mas.. lama ya aku mandinya?” tanyanya sambil merapatkan bathrobe yang membungkus tubuh jenjangnya.

“Enggak kok,” sahut Bright, “sini, ngapain berdiri aja di situ? Nggak capek emangnya kamu?”

Ya capek sih, capek sekali malah. Seharian menyambut tamu yang rasanya tak kunjung habis, pasti membuat tubuh Windra serasa mau rontok saja.

Maka sambil tersenyum canggung, Windra berjalan menuju kasur lalu duduk di samping sang suami yang sejak tadi tak henti tersenyum kepadanya.

Setelah Windra mengambil posisi, Bright pun melingkarkan lengannya di bahu lelaki manis itu.

Rasa gugup yang Windra hadapi, semakin terasa saat Bright tiba-tiba mendekatkan wajah tampannya itu pada tubuh Windra.

“Mas.. ngapain?”

Sambil terus mendekatkan wajahnya di bagian atas tubuh Windra, Bright menjawab, “kamu wangi banget.. harum.. Mas suka.”

Gulp. Astaga.. apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba ada desir aneh yang Windra rasakan saat Bright berucap seperti itu? Padahal Bright kan hanya memuji wangi tubuhnya..

Dengan posisi kepala yang berada tepat di depan dada Windra, Bright menolehkan wajahnya ke arah sang suami. Sebuah seringai dengan tatapan tajam itu menjadi hal pertama yang Windra lihat. Dan itu, sukses membuat Windra semakin gugup saja.

“Sayang. . . . .” panggil Bright lirih.

“I-iya, Mas?”

Seringai itu muncul lagi di wajah Bright. Lantas ia gunakan salah satu tangannya untuk meraba torso Windra yang masih dibalut bathrobe berwarna putih itu. “Apa.. kamu siap, hmm?”

Kedua netra Windra membelalak. Ia tahu betul maksud pertanyaan Bright barusan ini. Walau belum pernah melakukannya, Windra tau kalau malam pertama di hari pernikahan adalah momentum sakral yang harus dilewati oleh setiap pasangan. Dan sejujurnya, Windra sudah menyiapkan diri untuk hal ini.

Satu bulan sebelum pernikahan, Windra bahkan sempat menanyakan hal ini kepada Book. Konsultasi lah ya istilahnya. Ya.. meskipun sama-sama belum berpengalaman, setidaknya mereka kan bisa mencari inspirasi lewat hal lain. Internet misalnya. Toh tidak ada salahnya.

Dan karena itu juga, Windra sengaja menggunakan wewangian saat mandi tadi. Dengan tujuan untuk memenuhi tugasnya serta memberi kesan yang baik kepada Bright.

Yok Windra, lo harus semangat. Gaboleh kabur, ini momen penting buat lo! gumamnya dalam hati.

Maka dengan ragu, Windra menjawab, “s-siap.. Mas..”

“Beneran? Mas nggak maksa loh ya.. kalo kamu belum siap, it's okay. Mas bisa tunggu sampai kapanpun. Yang penting kamu nyaman dulu, okey?”

Windra menyuguhkan senyuman. Berharap Bright bisa memahami kalau ia memang sudah siap, “beneran kok Mas.. aku udah siap..” jawabnya, “tapi...”

“Tapi apa, hmm?”

Windra menatap Bright dengan ragu. “Tapi.. please be gentle ya Mas.. aku agak takut..” jawabnya.

Of course I will, Sayang.. Kita bikin perjanjian ya, kalau kamu ngerasa nggak kuat, tepuk-tepuk lengannya Mas tiga kali ya? Atau kamu bilang aja, supaya Mas tau batasnya.. oke?”

Setelah menghela nafas dalam-dalam, Windra akhirnya memberi anggukan, tanda persetujuan. Seiring senyum bahagia merekah di wajah sang suami.

Dan sekarang, yang perlu Windra lakukan adalah percaya. Percaya pada suaminya, percaya bahwa ia mampu melewatinya.

***

Cupp! *cpak! Pwah!

Mmhh....!”

Entah bagiamana ceritanya. Padahal tadi Windra sendiri yang bilang agar Bright melakukannya secara perlahan. Tapi nyatanya, sekarang malah Windra yang seperti cacing kepanasan. Lelaki manis itu kini membalik keadaan, dengan dirinya lah yang selalu menuntut setiap friksi yang diberikan oleh Bright.

MMHH! MMh—Nghhh

Ciuman yang mereka lakukan terasa begitu panas.

Kamar pengantin itu kini dipenuhi desah tertahan dari mulut Windra yang tengah disumpal oleh bibir dan lidah milik Bright.

“Ngg! Mmh! Pwahh!.....”

Bright melepaskan cumbuan panas itu setelah Windra menepuk lengannya berulang-ulang.

Benang saliva membentang di antara belah bibir keduanya yang telah bengkak akibat ciuman panas yang baru usai mereka lakukan.

Bright tersenyum begitu puas saat melihat Windra yang mulai kacau dibuatnya. Wajah suaminya itu memerah, dengan pandangan sayu, serta bibir yang membengkak merah, sungguh karya yang begitu indah bagi Bright.

“Pelan-pelan aja Sayang.. kenapa buru-buru gitu, hmm?” tanya Bright sambil mengusap sisi wajah Windra. “Ciuman Mas enak yah?” godanya.

Windra menggigit bibir bawahnya. Oh Tuhan.. saat ini tubuh Windra terasa panas. Panas sekali. Dan setiap kata yang terlontar dari mulut Bright, entah kenapa sukses membuatnya semakin merasa panas.

“E-enak Mas.. enak banget..” sahut Windra. Masa Bodo dengan ketakutannya. Windra sudah kepalang panas. Jadi sekalian saja.

Bright tersenyum geli saat mendengar jawaban suaminya itu. Maka ia dekatkan wajahnya kepada Windra, lalu mendaratkan bibirnya di daun telinga suaminya itu.

“Kamu mau lagi, hmm?

Windra mati-matian menahan desah yang ingin keluar dari mulutnya. Suaminya itu benar-benar penggoda ulung.

“Mau Mas, aku mau..” jawab Windra buru-buru.

Bright menjauhkan wajahnya, ia menatap suaminya yang sudah tidak sabar itu dengan seringai kemenangan, sebelum kembali menjatuhkan ciuman di bibir ranum milik Windra itu.

Cuppp!

“MMhh... Ngh! M-mas.. mmphh!”

Bright membawa tubuh Windra untuk berbaring tanpa melepas ciumannya itu. Di bawah sana, Bright bisa merasakan penis Windra yang sudah menegang di balik bathrobe.

Maka Bright tak tinggal diam. Dengan lututnya, Bright gesek kejantanan Windra yang sukses membuat suaminya itu mengejang.

“NGH!” pekik Windra di sela ciuman itu.

Merasa sudah sama panasnya dengan Windra, Bright pun melepas ciumannya itu, kemudian bergerak untuk melucuti bathrobe yang sedari tadi membungkus tubuh Windra.

Windra yang sudah kalah itupun hanya bisa pasrah. Membiarkan Bright memimpin permainan panas malam ini.

Oh God..” gumam Bright setelah bathrobe itu terlepas. “You're so beautiful.. Sayang..” pujinya pada Windra.

Rona merah di wajah Windra tak mampu lagi ia sembunyikan.

Bright pandangi lekuk indah tubuh Windra. Leher jenjang itu, dadanya yang begitu indah, perutnya.. penisnya yang telah menegang sempurna dengan precum yang menghias di ujungnya, serta kedua pahanya yang tampak luar biasa.

Bright menelan salivanya susah payah. Kini giliran dia yang terbangun secara sempurna karena melihat tubuh Windra.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Bright pun langsung menyerang tubuh kekasihnya itu.

“Enghh, M-maas...” rengek Windra saat Bright mulai membubuhi kecupan di sepanjang lehernya itu.

Mendengar desahan Windra membuat Bright justru makin semangat. Ia beri kecupan panas, serta hisapan kuat di setiap inci leher Windra.

“Nghh, Maas! Mmhh..”

Bright angkat wajahnya sejenak. Ia pandangi bekas merah di sekujur leher Windra, tanda kepemilikannya.

Maka Bright kembali bergerak.

Dengan bibir dan lidah panasnya itu, Bright jelajahi lekuk tubuh Windra. Mulai dari leher, bahu, lalu turun ke dadanya.

“AH! MAS!” pekik Windra saat hidung Bright tak sengaja menyentuh putingnya.

Oh.. di situ rupanya, batin Bright.

Dengan secepat kilat, Bright langsung mengarahkan mulutnya ke puting milik Windra. Dengan tangan yang lain ia gunakan untuk meremas dada Windra yang lain.

“Ahh! M-maas, j-jangan dimainin.. Nghhh! Mas.. udahh..”

Windra kelonjotan. Lelaki itu hanya bisa meremat bantal yang ia gunakan untuk melampiaskan rasa nikmat yang ia rasakan.

Namun apa yang ia lakukan, berbanding terbalik dengan ucapannya. Windra semakin memajukan dadanya. Seolah memerintahkan Bright untuk melahap habis kedua noktah hitam yang mulai membengkak karena permainannya itu.

“Mas! Ahh! Udah.. udah-mhh..” rengek Windra diiringi air mata yang mulai mengalir di wajahnya.

Sambil terus menyesap puting milik suaminya itu, tangan Bright mulai turun, menuju penis Windra yang sejak tadi tak tersentuh.

Bright lantas memberi pijatan sensual di sana, yang membuat Windra semakin mengerang nikmat.

“M-mas, please..”

Bright mengangkat wajahnya, “kenapa sayang?” goda Bright, “mau mas kocokin?” tanyanya.

Windra mengangguk heboh, seiring air mata yang mengalir semakin deras di wajahnya. “please.. please.. please..

Ash you wish, sayang..”

Bright kemudian kembali memasukkan puting milik Windra ke dalam mulutnya, sembari mempercepat gerakan tangannya di penis sang suami.

Windra mulai bergerak tak karuan. Ada rasa menggelitik yang muncul begitu kuat dalam perutnya. Seolah sesuatu ingin keluar saja dari sana.

“Mas! Mas!” pekiknya

“Mas!” Windra memekik saat Bright mempercepat kocokan pada penisnya. Tubuhnya menegang, seiring klimaks yang sesaat lagi akan tiba.

Bright melepas puting itu dari mulutnya, lalu bergerak menuju wajah Windra, “It's okay, Sayang.. you can cum now.. cum For Mas” bisiknya.

Tubuh Windra melengkung, seiring mulutnya terbuka lebar, dengan cairan sperma yang keluar dari penisnya.

Bright menghadiahi kecupan mesra di wajah Windra, seiring membisikkan pujian kepadanya, “Good Boy, Sayangnya Mas pinter banget..”

Setelah itu, Bright pun melanjutkan kegiatannya. Dengan sigap, Bright ambil lubricant yang sudah ia siapkan di dalam nakas, kemudian kembali lalu membuka lebar kedua kaki Windra.

“Sayang, Mas will prepare you, okay?” tanya Bright yang dibalas anggukan lemah oleh Windra.

“Ingat yah, tepuk tiga kali kalau kamu nggak kuat.”

“Mas mulai yah..”

Sesaat kemudian, Windra terperanjat saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh lubang analnya.

Dan sedetik kemudian, tubuh Windra kembali menegang saat ia merasakan sesuatu menerobos anusnya.

Are you okay, Sayang?” tanya Bright sambil terus memasukkan telunjuknya di sana.

Sambil terpejam erat, Windra mengangguk. “Im Okay, Mas.. lanjutin aja..ngh..” jawabnya.

Bright menuruti ucapan Windra. Ia menggerakan telunjuknya di sana. Keluar-masuk untuk melonggarkan lubang senggama yang terasa begitu ketat itu.

Saat rengekan Windra mulai reda, Bright menambahkan satu jari lagi ke dalam sana. Yang sukses membuat tubuh Windra kembali menegang.

“Hnggg! M-mas... uhh..”

“MAS! AHH!”

Di sana ya, gumam Bright setelah menemukan titik kenikmatan Windra.

Bright pun mempercepat gerakannya. Membuat gerakan menggunting sambil beberapa kali menumbuk prostat milik Windra yang membuat pemiliknya mengerang.

Dan setelah di rasa lubang itu sudah siap, Bright mengeluarkan jemarinya dari dalam sana yang sukses mengundang lenguhan dari bibir Windra.

Bright pun melepas boxer yang ia kenakan lalu melemparnya ke sembarang arah. Menampilkan penis besar milik Bright yang telah mengacung sempurna. Besar, berurat, gagah.

Ia buru-buru memakaikan kondom ke penisnya lalu melumuri kejantanannya itu dengan lubricant yang tadi ia gunakan untuk memberikan Windra stimulus.

“Sayang.. Mas will start it. Apa kamu siap?” tanya Bright sekali lagi.

Windra mengangguk singkat. Ia sudah kepalang panas. Jadi tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah dan percaya kepada Bright.

“Mas minta maaf ya kalau nyakitin kamu..” ujar Bright sambil mengecup dahi Windra. “Mas mulai ya sayang..”

“Iya Mas..” sahut Windra.

“Hng!” Windra melenguh kenikmatan. Padahal baru kepala penis Bright yang masuk ke dalam sana. Tapi rasanya sudah begitu penuh. Tubuhnya bagai hendak terbelah dua.

Sedangkan Bright hanya bisa menggeram rendah. Padahal ia sudah meregangkan lubang anal milik Windra, tapi rasanya masih ketat sekali.

“B-besar banget.. Mas..” rengek Windra.

Bright hanya bisa tertawa sambil terus memompa penisnya keluar masuk anal Windra. “Do you like it?” goda Bright.

Yes! yes! Aku s-suka banget, Mass..” sahut Windra keenakan.

Bright tersenyum puas. Dan ia pun mempercepat hentakannya pada anus Windra itu. Membuat kamar itu penuh dengan suara kecipak basah hasil pergumulan mereka berdua.

“Cepet, Mas!” pinta Windra di sela tangisannya, “mau lebih, mau lebih cepet M-mas!”

Tanpa membuang banyak waktu, Bright mempercepat tempo genjotannya sesuai permintaan dari suaminya itu. Bright cengkeram pinggang Windra. Menahan posisinya agar tak menjauh.

Dengan posisi ini, Bright mampu menyentuh titik terdalam dari tubuh Windra.

“Kamu suka?” tanya Bright, “suka Mas bikin berantakan gini Sayang?”

Windra mengangguk, “suka! suka banget, Mas!” pekiknya sambil terus mendesah nikmat.

Bright menurunkan wajahnya. Melesakkan puting Win yang sudah memerah ke dalam mulutnya.

Tubuh Windra melengkung sempurna. Tangan dan kakinya bergerak gelisah, tak tahan dengan segala stimulus yang Bright berikan.

Bright mempercepat kembali gerakannya, seiring tangannya yang lain ia gunakan untuk mengocok penis Windra.

“M-mas! i wanna cum again, p-please..” rengeknya tak tahan.

Bright pun mempercepat gerakannya, sambil mempercepat kocokannya pada penis Windra.

“NGGG!-AHHH!..”

Semuanya putih. Windra mencapai klimaks untuk yang kedua kalinya. Dan hal itu membuat Bright tersenyum puas. Ada rasa bangga tersendiri saat melihat kondisi Windra yang berantakan.

Sedangkan Windra yang sudah terlampau lelah, karena mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya, hanya bisa memandang Bright dengan tatapan tak berdaya.

Belum sempat ia berucap, Bright telah kembali bergerak. Mengejar kenikmatannya yang belum sampai.

“Ah! M-mas! Ah.. mmhh!”

Lubang Windra kembali mengetat saat merasakan penis berurat itu bergesekan dengan dinding analnya.

Bright bergerak dengan tempo yang begitu cepat. Pijatan dari dinding anal Windra sungguh nikmat. Membuat pria itu menggeram kenikmatan.

Tepat pada hentakan kelima, saat Windra mengetatkan anusnya, Bright mencapai puncaknya.

“Hm-Ahhhhh!” pekik pria itu yang langsung menjatuhkan wajahnya di leher Windra.

Keduanya terengah-engah. Dan Windra bisa merasakan sesuatu yang hangat memenuhi analnya.

Windra mengangkat tangannya. Ia usap belakang kepala Bright dengan lembut, sembari berbisik, “aku sayang Mas Bri...”

Bright mengangkat wajahnya. Ia kecup dahi Windra sambil mengusap wajah suaminya itu yang basah karena air mata. “I Love You too, Sayang.. Mas minta maaf ya udah bikin kamu sakit..” ujarnya

“Gapapa Mas.. lagian kan aku juga mau, hehe..”

Cup!

Bright mencium bibir suaminya itu dengan gemas. Lantas ia keluarkan penisnya yang sejak tadi masih berada di anus Windra. Yang membuat lenguhan sekali lagi lolos dari bibir suaminya itu.

Bright cium kening Windra dengan lembut dan penuh kasih sayang, sebelum kembali berbisik, “I Love You, Sayang.. Terima kasih ya..”

“Sama-sama Mas..” sahut Windra sambil tersenyum.

“Mas gonna clean you. Tunggu sebentar yah..” ucapnya sebelum turun dari ranjang untuk mengambil handuk basah.

Meninggalkan Windra yang tersenyum seorang diri di atas ranjang. Ia tak menyesal. Sama sekali. Kini justru ia merasa lebih bahagia lagi setelah berhubungan badan dengan Bright. Walau memang sakit sih sebetulnya, tapi lebih banyak kebahagiaan yang ia dapat. Apalagi saat melihat senyum cerah yang terbit di wajah suaminya itu. Entah mengapa sukses membuat hati Windra menghangat. Dan kini ia benar-benar sadar, bahwa pilihannya untuk menikahi Bright tidak lah salah. Sebab ternyata, ada sejuta kebahagiaan besar yang menanti mereka berdua di depan sana. Kebahagiaan yang nantinya bisa melengkapi hidup mereka.


bwuniverr 2021


Sepeninggal Davika dan Eka, Sunny memutuskan untuk duduk di sofa. Berhadapan dengan Bright dan Windra yang masih ada di sana. Pria paruh baya itu memandangi keduanya lekat-lekat, tapi lebih menitikberatkan atensinya kepada Windra.

“Jadi, kalian berdua itu pacaran?” tanya Sunny, to the point, tanpa basa-basi.

Ah elah si papa.. Dari tadi nanya nya ngegas mulu.., gumam Bright dalam hati. Kemudian, ia menjawab pertanyaan papa nya itu dengan sebuah cengiran lebar.

Lho, kok malah nyengir sih kamu? Papa ini tanya loh, dijawab dong,” ujar Sunny lagi.

Maka Bright pun menghentikan cengirannya yang semata ia lakukan untuk menutupi rasa gugup yang melanda dirinya. Ia lantas menarik nafas panjang, menoleh ke arah Windra sejenak, lalu kembali menghadap Sunny.

“Iya Pa, aku sama Windra pacaran..” sahutnya lirih.

“Bener itu Win? Kamu sama Bright pacaran?” Sunny ganti bertanya kepada Windra.

Kini giliran Windra yang melirik Bright, seperti mencari kepastian di sana. Dan setelah mendapat anggukan dari Bright, Windra pun berani memberikan jawabannya, “iya Om.. saya sama Mas Bright pacaran..”

Sunny mangut-mangut setelah mendengar jawaban dari kedua orang di hadapannya itu. Pria itu seakan berusaha memahami sekaligus mencari benang merah tentang apa yang terjadi di sini.

Sunny melipat kedua tangannya di depan dada, sebelum akhirnya kembali bertanya, “Windra kenal sama Bright dari mana?”

Jeng Jeng.....

Mampus.. papa kenapa sih nanyain hal itu..

Keduanya otomatis terdiam. Ruang tamu itu menjadi hening. Hening sekali. Dan Sunny otomatis melirik ke arah Windra dan Bright. Raut wajah pria itu seolah bertanya, lah? kok jadi diem begini? susah banget ya emang pertanyaan nya?

“Kenapa malah diem?” tanya Sunny lagi, “itu pertanyaan gampang lho. Kalian ketemu dari mana, kenal dari mana. Harusnya bisa kasih jawaban dong, buktinya kalian udah pacaran,” sindirnya pada Bright dan Wndra.

Gak gitu juga konsepnya pa, gumam Bright dalam hati.

Bright tampak berpikir. Ia meremat jemarinya sendiri sambil berperang dengan otak dan nuraninya. Ini bukan pertanyaan yang sulit, sama sekali. Bright sangat mampu untuk menjawab tentang asal mula perkenalannya dengan Windra.

Tapi.. yang menjadi pertimbangan Bright adalah Windra. Ia khawatir jika reaksi yang diberikan oleh sang papa nantinya menyakiti Windra. Dan Bright tak mau hal itu sampai terjadi.

“Em..” gumam Bright, pria itu melirik Windra sejenak, yang tampak terdiam di sampingnya, sebelum kembali ke sang Papa, “anu Pa.. mm.. aku sama Windra kenal kar—”

“Saya guru les nya Eka, Om.”

Bright otomatis menoleh, terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Windra tanpa basa-basi.

Windra pun balik menoleh ke arah Bright. Ia berikan senyum manis yang seolah mengatakan kepada Bright untuk tidak takut, untuk percaya pada dirinya.

“Guru Les? Menarik juga..” sahut Sunny sambil mangut-mangut. “Jadi kamu itu guru les nya Eka.. artinya, kalian ini ketemu sebagai klien kan?” tanya Sunny lagi.

Windra mengangguk, “iya Om.. benar..” jawabnya.

“Tapi lucu loh Pa, masa baru pacaran manggilnya udah papa aja,” dari arah kamar Eka, terdengar suara Davika yang turut menimpali obrolan mereka bertiga.

Bright buru-buru menoleh ke arah sang Mama, “Mah...” rengeknya dengan wajah sebal, sedangakan Davika justru tertawa geli di sana.

Davika lantas bergabung dengan mereka. Wanita itu duduk di samping sang suami, sambil senyum-senyum geli melihat Bright dan Windra. “Lagian kamu tuh lucu Bri, baru juga pacaran, udah manggil Papa aja..” ledeknya lagi.

“Ma.. udah dong..” pinta Bright, “lagian bukan aku kok yang manggil begitu, tapi Eka..” ujarnya membela diri.

Davika tertawa, “sama aja lah pokoknya,” ujarnya. Ia lantas beralih menatap Windra untuk menanyakan sesuatu, “oh iya, Nak Windra ini pekerjaannya apa? Ngajar les aja atau ada yang lain?”

“Sejauh ini hanya ngajar les saja tante..” sahut Windra.

Davika mengangguk singkat. Lalu menoleh kepada sang suami di sampingnya.

“Om mau tanya ya Windra,” ujar Sunny.

“Iya Om.. silahkan..”

“Gini, Om cuma pengen tau aja sebetulnya. Apakah dengan pekerjaan kamu sekarang ini, sudah cukup untuk membiayai semua kebutuhan hidup kamu?”

Windra terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatap Sunny dan Davika, “sejujurnya.. tidak cukup, Om..” jawabnya.

“Kamu lulusan apa?”

“Hubungan Internasional, UGMM 2017, Om..”

“Dia lulusan terbaik Pa, cumlaude” Bright menimpali.

Wajah Sunny tampak terkejut, “lah? Lulusan terbaik Hubungan Internasional kok jadi guru les aja? Eman itu.. iya toh Ma?” tanya Sunny pada Davika.

Davika mengangguk setuju, “iya, sayang banget lho Nak Windra. Apa nggak sayang sama gelarnya?”

Astaga Mama sama Papa kenapa sih begini..

“Mah.. Pah.. kok nanya kayak begitu sih..” sahut Bright yang tampak tidak terima dengan pertanyaan kedua orang tuanya, “walaupun cuma guru les, Windra ini kompeten loh Ma, dia bisa nerapkan banyak ilmu di kepalanya. Dan satu lagi, guru les itu bukan pekerjaan yang rendah,” belanya.

“Emang nggak rendah kok. Tapi Papa sama Mama cuma pengen realistis. Emangnya sanggup bergantung selamanya dari kerjaan sebagai guru les aja? Enggak kan?” tanya Sunny balik.

Bright seketika terdiam. Begitupun dengan Windra.

“Gini loh Bri,” Davika yang melihat ketidaknyamanan di wajah Bright dan Windra akhirnya angkat bicara, “maksud nya papa tanya begitu itu, cuma pengen tau kondisi yang dialami nak Windra seperti apa. Papa itu menyayangkan aja. Windra punya gelar dan pengalaman yang bagus, tapi kenapa kok stuck sebagai guru les aja?” jelasnya kepada Bright.

“Iya Bri. Padahal kan banyak banget kesempatan buat Windra,” ujar Sunny menimpali.

Kerutan di dahi Bright pun perlahan hilang. Iya, bener juga sih kata Mama sama Papa, gumamnya dalam hati.

“Sebetulnya saya sudah punya cita-cita Om.. sudah punya rencana juga, tapi untuk sekarang ini saya masih coba mencari cara untuk mewujudkannya..” Windra yang sejak tadi terdiam akhirnya memberi jawaban.

“Saya juga udah nyiapin banyak hal seperti sertifikat, relasi juga, supaya nanti lebih mudah lagi..” imbuh Windra.

Sunny dan Davika memandang satu sama lain, sebelum akhirnya saling mengangguk.

“Makasih ya Nak Windra untuk jawabannya,” ucap Davika yang dibalas anggukan oleh Windra.

Wanita itu lantas beralih menatap putra sematawayangnya, “gini Bri, Mama sama Papa tau, tau banget kok isi hati kamu sekarang ini seperti apa. Mama tau banget sifat kamu. Kalo kamu udah memulai sesuatu seperti ini, artinya kamu serius kan, artinya kamu nggak main-main kan sama hal ini? Dan Mama Papa tau betul, kalau kamu udah ada niat untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, bener kan?” tanya Davika.

Bright melirik Windra sebelum memberi sebuah anggukan mantap, “iya Ma.. Bri emang punya niat ke sana..” jawabnya.

“Tapi, apa kamu sanggup Bri?” tanya Davika lagi, “kamu sanggup bertanggungjawab untuk dua orang sekaligus? Sudah ada Eka, anak kamu. Dan kalau kamu niat bawa Windra ke jenjang yang lebih serius, otomatis kamu harus bisa kasih tanggung jawab ke dia juga. Siap kamu?”

Bright menggerakan tangannya untuk menggenggam tangan Windra. Setelah memberi senyum teduh kepada sang kekasih, Bright pun menjawab, “siap Ma. Bri siap untuk hal itu. Lagian Bri udah nyiapin semuanya kok, Bri udah mikirin semuanya matang-matang juga..” jawab Bright dengan begitu yakin.

Mendengar jawaban anaknya itu membuat Davika tersenyum.

“Kalo Windra gimana?” kini giliran Sunny yang bertanya kepada Windra, “kamu siap menjalani semua ini? Om yakin kamu paham betul kemana arah pembicaraan kita ini,” ujarnya.

Windra menoleh ke arah Bright. Ditatapnya sosok yang kini memiliki tempat yang besar dalam hatinya itu.

Bright mengeratkan genggamannya pada tangan Windra, sambil tersenyum yang seolah berkata padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa mereka berdua bisa melewati semua ini bersama-sama.

Maka, setelah menghela nafas yang cukup panjang, Windra menjawab, “iya Om, saya siap.” sahut Windra dengan lantang, tegas, dan yakin.

“Kamu sayang sama Eka?”

“Sayang Om, sayang sekali.”

“Bisa bertanggungjawab untuk Eka? Bisa kasih perhatian dan kasih sayang sama dia?”

“Bisa Om, saya bisa, saya bakal berusaha.”

Sunny mengangguk. Wajahnya terlihat puas akan jawaban yang Windra berikan.

“Sebenernya, Papa sama Mama udah tau soal hubungan kalian,” ujar Davika.

Bright dan Windra otomatis saling tatap, wajah keduanya tampak begitu terkejut, seperti menang undian berhadiah saja.

Sambil tertawa geli karena melihat ekspresi kedua orang di hadapannya, Davika melanjutkan ceritanya, “Mama Papa tau semuanya dari Eka. Eka yang selalu cerita ke kita, setiap hari. Soal ayahnya yang aneh, soal papa barunya. Awalnya sih Papa sama Mama kaget, tapi ngelihat antusiasnya Eka waktu cerita, Mama Papa bisa paham kalo emang si papa baru ini orangnya emang spesial. Dan ternyata bener,” ujar Davika.

“Papa sama Mama tuh nungguin kamu buat cerita Bri. Tapi kok kayaknya kelamaan. Akhirnya kita mutusin buat cari tau sendiri deh. Eh, kebetulan kata Eka hari ini papa barunya main ke rumah. Yaudah kita sekalian samperin,” ujar Sunny menimpali.

Bright dan Windra jadi macam orang cengo. Linglung, bingung, kaget, campur aduk jadi satu.

Lah berarti si Papa tadi pake nanya sambil nyolot tuh cuma nge-prank? Papa iki wis jan, nggudo tenan, gerutu Bright dalam hati.

Sunny menegakkan posisinya. Kedua matanya memandang lurus kepada Bright dan Windra.

“Bri, Windra, Papa tau maksud dan tujuan kalian seperti apa. Papa Mama paham betul,” ucapnya.

“Dan Kita, udah punya jawaban untuk itu.”

Genggaman Bright pada tangan Windra mengerat. Seiring tubuh keduanya yang sama-sama menegang. Penasaran dengan jawaban apa yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

Sunny menatap Davika.

Setelah melalui komunikasi yang terucap lewat pandangan mata, Sunny dan Davika mengembalikan atensinya kepada Bright dan Windra.

Sunny menyunggingkan senyum kepada mereka berdua, seraya berucap,

“Papa sama Mama kasih restu buat kalian.”

“Untuk apapun yang mau kalian lakukan, untuk apapun yang akan kalian jalani, Papa Mama kasih restu dan doa terbaik buat kalian berdua,” ujar Sunny menambahi.

Bright dan Windra sama-sama terkejutnya. Senyum bahagia seketika merekah di wajah mereka.

Suasana ruang tamu itu tak lagi hening mencekam, namun sudah beralih penuh suka cita. Bright dan Windra sama-sama tak menyangka jika jawaban inilah yang diberikan oleh Sunny dan Davika.

Begitupun Sunny dan Davika, pasangan suami-istri itu turut tersenyum saat melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Bright dan Windra.

“Dengan satu syarat,” ujar Sunny tiba-tiba.

“Syarat apa itu Pa?” tanya Bright bersemangat, “apapun syaratnya bakal Bri lakuin, yang penting keputusan Papa sama Mama nggak berubah,” ujarnya.

“Papa pengen Windra bisa upgrade kualitas dirinya. Dengan ilmu dan pengalaman yg mumpuni, papa yakin Windra bisa dapat tempat yangg lebih baik lagi. Windra mau, meningkatkan kualitas diri kamu?” tanya Sunny.

Windra mengangguk mantap, “mau Om, saya siap dan saya Mau,” jawabnya bersemangat.

Sunny dan Davika sama-sama tersenyum.

“Oke, Mama sama Papa percaya sama kalian,” ujar Davika, “lagipula, nggak ada alasan buat kita menghalangi kalian. Yang penting, kalian berdua harus saling support, harus saling percaya, harus saling sayang, harus saling menguatkan. Bisa kan?” tanyanya lagi.

“Bisa Ma, kita pasti bisa,” jawab Bright dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.

“Oke, Papa, Mama, percaya sama kalian,” pungkas Sunny dan Davika bergantian.

Maka di detik berikutnya, Bright langsung membawa Windra ke dalam pelukannya. Disaksikan oleh kedua orang tuanya, tangis Bright dan Windra pecah saat itu juga. Mereka merasa begitu bahagia atas anugerah restu yang diberikan oleh Sunny dan Davika untuk mereka.

Suasana malam itu seketika berubah mengharukan. Terlebih untuk Davika dan Sunny. Di lubuk hati masing-masing, mereka merasa bersyukur sebab akhirnya setelah sekian lama, Bright bisa menemukan tambatan hati yang tampaknya sesuai untuknya. Dan sejujurnya, sejak kali pertama melihat Windra, Sunny dan Davika sudah bisa menebak bahwa Windra adalah orang yang pantas untuk bersanding dengan Bright.

Bagi mereka, status bukanlah persoalan. Asal ada niat dan usaha yang tulus dari dalam hati, apa yang tampak tak tergapai, bisa kita rengkuh perlahan-lahan. Begitupun dengan Windra saat ini.

Sedangkan Windra benar-benar bersyukur lantaran diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang berhati mulia seperti Bright, Sunny, dan Davika.

Rasa takut yang tadi sempat melandanya kini sirna setelah mengetahui bagaimana sifat kedua orang tua Bright itu. Dan kini pun Windra bisa memahami maksud sebuah pepatah yang mengatakan, dari telaga yang jernih, mengalir air yang bersih pula, dengan bukti hadirnya Bright di sisinya.

“Ih Ayah curang! Aku kan mau dipeluk juga sama Papa!” Eka berteriak sambil berlari keluar dari dalam kamarnya.

Namun bukan Bright namanya kalo tidak bucin. Dia tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Eka untuk bisa memeluk Windra.

Dan hal itu membuat Sunny dan Davika tertawa. Melihat betapa lucu interaksi mereka bertiga yang tampak seperti keluarga bahagia saja. . .


cr. bwuniverr. 2021

brightwin oneshot alternative universe!

boss!bright x anakmagang!win. hurt-comfort, slight drama, fluff with happy ending. slice of life, implied parenting life, strangers to lovers, mention past memories, etc.

brightwin pasusu oneshot au!

Tags! : fluff, married activities, pokoknya senang-senang sekali isinya ya


Cerahnya sinar mentari pagi ini secerah senyum yang hadir di wajah Win. Lelaki itu sejak semalam seperti tidak lelah untuk terus tersenyum. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab semalam, tepat satu bulan pernikahannya, Win mendapat hadiah terindah yang tak pernah ia duga.

Mas Bi, sang suami tercinta, rupanya turut mencintainya.

Maka Win pun merasa bagai orang paling bahagia di dunia ini. Karena Win tak menyangka, jika perjodohan yang awalnya ia jalani dengan keterpaksaan kini berubah begitu manis baginya.

Win membalik telur dadar yang sedang ia goreng di teflon. Beberapa saat kemudian, ia letakkan telur itu di atas roti, masih dengan senyum yang tak lekang sedikitpun dari wajah manisnya itu.

Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya hidangan untuk sarapan telah tuntas ia siapkan. Dua piring sandwich dengan topping telur dadar istimewa ditemani dua gelas susu cokelat menjadi menu sarapan yang Win sajikan di pagi ini.

Baru saja Win hendak memanggil suaminya, pria manis itu dikejutkan dengan kedatangan Bright yang begitu tiba-tiba.

“Ih Mas Bi, aku kaget tau..” ujar Win saat ia melihat yang sudah berdiri di hadapannya.

Bukannya menjawab, Bright justru berjalan mendekat ke arah Win. Ia bawa Win itu ke dalam pelukannya, lalu ia usalkan wajahnya pada ceruk leher milik sang suami tercinta.

“Maas.. jangan gini ih, geli..” rengek Win yang merasa geli oleh endusan manja yang dilakukan oleh Bright.

“Masih pagi loh..” sahut Bright.

“Masih pagi? Emang masih pagi mas.. terus kenapa?”

“Masih pagi kamu udah sibuk di sini, padahal kan Mas masih pengen peluk-peluk dulu,” ujar Bright. Lelaki yang lebih tua itu mengangkat wajahnya, menyuguhkan muka bantal yang tampak semakin lucu karena wajah cemberut yang ia buat.

Win pun tertawa geli melihat tingkah suaminya itu, “Mas Bi nih, masa minggu-minggu pelukan mulu, olah raga, aktivitas supaya sehat..” jawabnya sambil merangkul tubuh Bright.

“Gak mau,” sahut Bright singkat, “mau nya pelukin kamu aja,” jawab Bright.

CUP!

“Mas Bi Ih!” Win memekik kaget saat Bright tiba-tiba menciumnya.

Namun Bright justru tertawa melihat reaksi suaminya itu. Bukan Bright namanya kalau tidak melakukan aksi jahil.

Belum usai rengekan Win, Bright sudah menghujani wajah suaminya itu dengan ciuman bertubi-tubi.

Cup!

Cup!

Cup!

“ihhh Mas Bi, hahaha-udaah, ih udah Mas Bi bauuu!” rengek Win sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Bright.

Tapi Bright tak tinggal diam. Melihat rengekan Win membuat Bright semakin bersemangat untuk menggodanya. “Kamu wangi banget, Mas jadi suka,” ucapnya.

Mendengar perkataan Bright membuat Win tak kuasa menahan rona merah di wajahnya.

Lagipula, datang dari mana sih mulut manis penuh gombal ini? Perasaan sebelum monthversary kemarin, Bright adalah orang super cuek dan dingin yang pernah Win temui.

“Mas Bi udahh..” ucap Win yang akhirnya berhasil menjauhkan wajah Bright dari wajahnya, “mas mendingan mandi dulu deh, abis itu sarapan. Udah aku masakin nih,” imbuhnya.

Bright melirik meja makan di belakang tubuh Win, sebelum kembali menatap wajah suaminya. Melihat wajah sang suami membuat Bright mendapat sebuah ide.

“Sayang,”

“Iya Mas, kenapa?”

Senyum jahil tercetak jelas di wajah Bright. Ia dekatkan wajahnya pada telinga Win, lantas berbisik lirih, “mandi bareng yuk,” ajaknya.

“IH Apaan?! Ngga mau aku,” tolak Win mentah-mentah.

Melihat penolakan dari Win membuat Bright justru tertawa lebar. Maka dengan cekatan, Bright angkat tubuh Win untuk ia papah di dalam gendongannya.

“Mas! Turunin! Aku udah mandiii,” rengek Win.

“Gapapa sayang, kita mandi lagi supaya seger..” sahut Bright sambil terus tersenyum jahil.

Dan di detik berikutnya, Bright pun berjalan cepat menuju kamar mandi. Membawa Win yang terus merengek di dalam gendongannya, meninggalkan sarapan yang harusnya mereka santap untuk bermesraan bersama di dalam bilik kamar mandi.

***

Pukul 12 siang, keduanya duduk bersisian di ruang tamu, dengan Win yang menyandarkan kepalanya di bahu kokoh milik Bright.

Mereka berdua sedang asyik menonton serial netflix setelah setengah hari bersih-bersih rumah bersama.

Win tak menyangka jika membersihkan rumah bisa sebegitu bahagianya jika dilakukan berdua dengan sang suami tercinta. Ya walaupun Bright lebih banyak menggoda Win, tapi rasanya rumah mereka jauh lebih hidup dan berwarna daripada hari-hari sebelumnya.

“Capek ya?” tanya Bright kepada sang suami sambil mengusap-usap kepalanya yang Win tumpukan di paha Bright.

Win mengangguk singkat. Ia arahkan kedua obsidian hitam miliknya itu untuk memandangi wajah tampan milik Bright yang sedang tersenyum manis kepadanya, “iya capek, tapi seneng soalnya ada Mas Bi,” jawabnya.

“Bisa aja kamu tuh,” sahut Bright sambil terkekeh lirih.

“Beneran loh, aku jadi seneng banget sekarang, soalnya Mas Bi udah sayang sama aku..” ujar Win lagi.

“Emangnya Mas pernah nggak sayang sama kamu?” tanya Bright sambil tersenyum jahil.

“Pernah dong,” sahut Win. “Kemaren itu, dari abis nikah sampe sebulan, Mas Bi dieeem aja nggak mau ngomong sama aku. Terus kalo bobo suka jauh-jauhan lagi. Aku kan jadi takut,” imbuhnya.

“Takut? Takut Kenapa?”

“Takut Mas nggak seneng nikah sama aku.”

Bright tampak menghela nafas. Ia sisir surai hitam milik Win seraya berucap kepadanya, “mas minta maaf ya sayang..”

“Loh, Mas Bi kenapa minta maaf?”

“Ya, Mas minta maaf karena selama ini bikin kamu kepikiran, bikin kamu takut, bikin kamu nggak nyaman,” jawabnya sambil memandangi Win, “tapi, Mas kayak begitu tuh bukan karena mas gak sayang sama kamu. Mas sayang banget kok sama kamu, cuman mas lagi membiasakan diri aja. Karena di sini, Mas dijodohin, nikah sama kamu, yang otomatis mas jadi kepala keluarga. Dan tanggung jawab Mas jadi makin besar kan, nggak cuma diri mas sendiri, tapi kamu juga. Karena itu Mas pengen belajar dulu. Kayak gimana sih ngurus rumah tangga, kayak gimana sih hidup sama pasangan tuh, supaya nanti mas nggak salah langkah dan nyakitin kamu sayang..” jelasnya panjang lebar.

Hati Win jadi menghangat setelah mendengar penjelasan dari Bright. Rupanya, ada alasan dan usaha besar yang Bright lakukan untuk menjalani pernikahan ini. Dan kini, ketakutan dalam hati yang Win simpan untuk Bright, sudah sepenuhnya hilang setelah tau apa yang sesungguhnya Bright rasakan.

Win pun lantas mendudukkan dirinya. Ia pandangi sang suami sambil menyuguhkan senyum yang tampak begitu bahagia, “makasih ya Mas.. makasih banyak udah berjuang buat aku..” ujar Win.

“Sama-sama sayang, Mas juga seneng banget karena kamu nggak menyerah. Soalnya mas takut banget kalo waktu itu kamu nyerah dan ninggalin Mas, pasti Mas bakal ngerasa lebih gagal lagi..” jawab Bright.

Win pun tersenyum kembali, “enggak lah, aku nggak mungkin ninggalin Mas Bi,” sahut Win, “orang Mas Bi ganteng, baik, pinter, kuat, tegas, paket komplit lah. Mana mungkin aku mau ninggal” imbuhnya diselingi senyum jahil.

Mendengar pujian dari Win membuat Bright tak tahan mencubit hidung suaminya itu, “kamu nih, bisa aja sih.” ujarnya.

Mereka berdua pun menghabiskan waktu di siang hari itu dengan menonton serial netflix diselingi obrolan singkat. Mereka hanyut dalam rasa nyaman yang sebelumnya tidak pernah mereka rasakan. Baik Bright ataupun Win, keduanya sama-sama merasa bahagia lantaran bisa disatukan dalam ikatan pernikahan.

Weekend itu terasa begitu indah bagi mereka. Weekend pertama yang diiringi senyum manis, tawa bahagia, serta berbagi rasa bersama-sama.

Tapi tiba-tiba Bright dikejutkan dengan permintaan Win.

“Mas.. aku.. pengen..”

Kedua mata Bright membelalak, “hah? Pengen apa sayang?” tanyanya tidak paham.

Win mendecak sebal lantaran Bright yang tidak bisa memahami ucapannya. Maka kemudian, Win pun beranjak dari posisinya. Ia mendekat ke arah Bright, lalu membisikkan sesuatu di telinganya.

Wajah Bright langsung dipenuhi raut tak percaya setelah mendengar bisikan sang suami.

“Yakin kamu? Mau sekarang?”

“He'eum.. aku.. pengen banget.. hehe,” sahut Win sambil tertawa.

“Oke, Mas kabulin permintaan kamu,”

“Hah? Beneran Mas?”

Tanpa basa-basi, Bright langsung mengangkat tubuh Win ke dalam igendongannya. Ia tersenyum manis kepada Win, yang membuat Win menggigit bibir bawahnya sendiri.

Cup!

Bright mengecup lembut dahi sang suami sebelum akhirnya berjalan cepat menuju kamar dengan Win yang masih ada di dalam gendongannya. Entah apa yang akan mereka lakukan, yang pasti, mempererat hubungan pernikahan mereka melalui cara yang.. aduhai lah pokoknya.


cr. bwuniverr 2021


  • drama, fluff, slight angst
  • implied fantasy & reincarnation thing(s)
  • berandalan!bright x ketos!win

brightwin, oneshot au!

bisma edwin, oneshot rated!

Tag(s)! : using a stimulants, have a lot of vulgar scene, blowjob, nipple play, kissing, fingering, multiple orgasm, banyak kata-kata kasar. Intinya ini jorok, jorok, jorok. jadilah pembaca yang bijak ya sobat, thanks.


Edwin panik bukan main saat dirinya tau kalau Bisma baru saja meminum segelas es teh sampai habis tidak tersisa.

Lah? Minum es teh aja kenapa sampe panik?

Kalau yang di sikat habis oleh kekasihnya itu hanya segelas es teh biasa, Edwin tidak akan panik, sedikitpun. Tapi sayangnya, es teh yang diteguk Bisma sampai habis tidak bersisa itu mengandung.. viagra. Nah loh, siapa yang nggak panik coba?

Edwin pandangi kekasihnya, si Bisma, yang saat ini sedang duduk sambil menundukkan wajahnya di atas sofa.

Aduh.. apa obatnya udah bereaksi ya? gumam Edwin dalam hati.

Dari apa yang Edwin lihat, sepertinya efek obat itu mulai bekerja. Karena sejak tadi, Bisma tampak gelisah. Ia berkali-kali meregangkan tubuhnya, mengusap tengkuknya sendiri, sambil memicingkan wajah, persis seperti orang yang sedang merasa gerah.

“Bi..” panggil Edwin kepada Bisma.

Bisma pun mengangkat wajahnya, “hmm?” sahutnya sambil terus mengusap tengkuknya sendiri.

Waduh.. gawat, muka nya Bisma udah merah banget.. gumam Edwin lagi di dalam hati.

“Kamu gapapa?” tanya Edwin kepada Bisma. Pemuda itu mendudukkan dirinya di samping Bisma, berusaha mengetahui kondisi kekasihnya itu walaupun sebenarnya ia panik sekali.

Di sampingnya, Bisma mengangguk. Pemuda tampan itu lantas mengangkat wajah nya. Mempertemukan kedua mata elang yang tampak begitu mabuk itu dengan obsidian hitam milik Edwin.

Dari sorot mata itu, Edwin jadi tau kalau Bisma, sudah menyala.

Gulp, Edwin meneguk salivanya susah payah.

Duh kenapa sih Bisma kok kelihatan makin ganteng aja kalau sedang terpengaruh obat seperti ini..

“Bi, kamu gak mau mandi dul—”

“Panas.. Win..”

Mampus...

Bisma yang wajahnya semakin sayu, tiba-tiba mengangkat tangannya. Ia bawa tangan kekar itu menyentuh sisi wajah Edwin. Mengusapnya lembut.

Edwin berusaha mati-matian menahan senyum, ia sentuh tangan kekasihnya yang bertengger di pipi nya lalu kembali melemparkan senyum, “Bi.. kamu mandi dulu aja ya..” ucapnya.

Bisma langsung menjawab ucapan Edwin dengan gelengan singkat. “Aku.. panas.. Win..” ucapnya lagi, di selingi tubuhnya yang bergerak perlahan mendekati Edwin.

Aduh! Gimana nih??

“Bi.. kamu.. Bi, coba lihat aku dulu Bi..” ucap Edwin yang sedang berusaha menyadarkan Bisma.

Tapi rasanya sia-sia. Sebab Bisma tak menghiraukan sedikitpun ucapan Edwin. Pemuda tampan itu bagai dikendalikan sesuatu yang begitu liar di dalam dirinya.

Bisma semakin merapatkan tubuhnya dengan Edwin, yang membuat tubuh Edwin terhimpit di antara Bisma dan ujung sofa.

Kedua obsidian hitam milik Edwin membola setelah wajah Bisma tiba dengan sangat dekat di hadapannya.

Nafas Bisma memburu, dengan kedua mata yang tampak menyeramkan sekali bagi Edwin. Kekasihnya itu tampak menelan ludah, lalu mengarahkan kedua tangannya ke wajah Edwin. Menangkup, atau lebih tepatnya, mengunci posisinya.

“Bi..” panggil Edwin lirih. Ia sudah tidak bisa lari kemanapun. Posisinya terkunci, dan ia harus dihadapkan dengan Bisma yang tengah dikuasai oleh nafsu. Masa iya Edwin harus menendang Bisma.. ah, dia tidak tega. Lagi pula, siapa sih yang iseng banget memasukkan obat kuat ke dalam es teh? dasar kurang ajar.

“Win.. boleh ya?..” pinta Bisma dengan suara seraknya, yang sukses menggugah Edwin dari lamunannya.

Edwin makin mendelik, aduh.. gimana ini.. “Bi.. kayak nya kamu mandi dulu deh, atau minum dulu ya?” ujar Edwin sambil berusaha melepas sentuhan tangan Bisma.

“Nggak mau..” sahut Bisma singkat.

Edwin menghela nafas, sepertinya mau dibujuk gimanapun Bisma gak bakal dengerin deh, “Kalo gitu mending kita mak—”

CUP!

“hmmph!” belum usai Edwin berbicara, Bisma lebih dulu menyerang bibir sintalnya dengan sebuah ciuman.

Ciuman yang dilayangkan Bisma bukan lagi ciuman hangat seperti yang biasa mereka lakukan. Ciuman kali ini terasa begitu panas.

Edwin yang awalnya terkejut, perlahan bisa mengimbangi tempo ciuman Bisma yang begitu menuntut.

Keduanya saling meraup bibir satu sama lain, menimbulkan bunyi kecipak basah di seluruh ruang tamu rumah Edwin.

“mmmhh..” lagi. Desah yang Edwin coba sembunyikan susah payah, akhirnya lolos juga setelah Bisma dengan lihainya menyapu belah bibir miliknya dengan lidah. Yang sukses membuat Edwin dimabuk kepayang.

“nggh-mmh!”

PWAH!

Ciuman itu akhirnya terlepas setelah Edwin mendorong dada Bisma secara paksa. Sebab ia kehabisan stok oksigien di dalam dada.

Wajah Edwin yang tadinya sarat akan rasa panik, kini telah berubah sayu, persis dengan Bisma. Karena ciuman itu tadi.

Edwin menatap Bisma dengan nafas terengah. “Bi..” panggilnya lemah.

Bisma memejamkan matanya sejenak, lalu menggeleng lemah. Ia tatap Edwin di hadapannya, “aku.. minta maaf win..” ujarnya lirih, “rasanya panas banget..” imbuhnya.

Mendengar permintaan maaf dari Bisma membuat Edwin terhenyak.

Bukan. Ini bukanlah kesalahan Bisma. Bisma hanya menjadi korban dari tingkah iseng teman-temannya, hingga harus berakhir seperti ini. Dan sejujurnya, Edwin tidak masalah jika harus melakukannya. Toh dia juga sebenarnya penasaran, ingin mencobanya. Hanya saja, melihat Bisma yang mabuk seperti itu membuat Edwin merasa panik.

Edwin lantas mengusap sisi wajah Bisma yang membuat Bisma mengangkat wajahnya lalu kembali menatap Edwin.

“Gapapa Bi..” ujar Edwin, “aku gapapa kok..” imbuhnya. Ia suguhkan senyum kepada Bisma, lalu kembali berujar, “tapi.. jangan di sini ya.. kita ke kamar aja, oke?”

Bisma tampak sedikit terkejut. Kedua matanya mengerjap-ngerjap, seakan tidak percaya. “Kamu.. beneran win?” tanya Bisma memastikan.

“He'eum..” sahut Edwin, “aku beneran kok Bi...”

Wajah Bisma masih tampak tidak percaya, “kalo kamu nggak siap gapapa Win.. aku mau pergi aja, biar kamu ngg—”

CUP!

Edwin memotong ucapan Bisma dengan sebuah ciuman, yang sukses membuat Bisma semakin terkaget-kaget.

“Aku gapapa Bi, aku mau,” ujar Edwin dengan yakin, “tapi jangan di sini ya, di kamar aja..” ucapnya lagi.

Bisma tampak menghela nafas sejenak, sebelum akhirnya tersenyum kepada Edwin, “Makasih ya Win..” ucapnya.

“Sama-sama.. Bi..” sahut Edwin.

Maka kemudian, Bisma bergerak perlahan. Ia susupkan kedua lengannya di perpotongan leher dan lutut Edwin, lalu mengangkatnya dengan hati-hati.

Edwin mengeratkan pelukannya pada bahu Bisma, memberikan seluruh kepercayaan yang ia miliki pada sang kekasih, membiarkan Bisma berjalan menggendongnya menuju kamar.

***

nghhhh-Bi... mmhh!

Desahan Edwin tak lagi mampu ia bendung. Kamar bernuansa monokrom itu kini penuh sesak oleh bunyi desah dan kecipak basah yang berasal dari cumbuan panas kedua insan yang ada di dalam sana.

Bisma dengan begitu beringasnya menghujani Edwin ciuman panas bertubi-tubi, yang nyatanya sukses membuat Edwin mendesah dengan begitu vokal.

cup!

enghh!

slurp.. mmhh! Bi-ahh!

Bisma seakan tak memiliki hari esok. Ia lumat habis bibir sintal milik Edwin. Menyesap, mengulum, menjilatnya berkali-kali hingga membuat bibir itu basah.

Sedangkan Edwin, pemuda itu hanya bisa meremat kuat-kuat surai Bisma serta kaos yang masih kekasihnya kenakan.

nghhh! Desah Edwin saat Bisma dengan nakalnya menggigit bibir bawah miliknya.

Bisma tak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu ia melihat jika bibir Edwin terbuka, ia langsung melesakkan lidahnya, menukik tajam, masuk ke dalam mulut sang kekasih.

Kedua mata Edwin membelalak, cengkeramannya pada rambut Bisma mengerat seiring desahannya yang semakin vokal.

*mmhhh.. mbisma-nghh! ahhh.. ahh!”

Bisma jelajahi rongga mulut milik Edwin dengan lidahnya. Mempertemukannya dengan deretan gigi, serta lidah milik Edwin.

PWAH!

Benang saliva langsung membentang setelah ciuman itu terlepas. Baik Bisma maupun Edwin, keduanya sama-sama terengah. Seperti habis lomba lari marathon tanpa henti.

Baru saja ciuman itu usai, Bisma sudah bergerak kembali. Ia lepaskan kaos yang membungkus tubuhnya, lalu beralih melepaskan kaos yang dipakai oleh Edwin.

Dan setelah torso milik keduanya terbebas dari apapun, Bisma langsung menyerang tubuh Edwin.

Ia cumbu tubuh bagian atas kekasihnya itu, mulai dari leher, beranjak menuju daun telinga, turun ke bahu, lalu menyusuri dada bidang itu.

Sedangkan Edwin, hanya bisa menggeram, menahan desah sambil terus mencengkeram sprei, berusaha melampiaskan rasa nikmat yang mendera nya.

AHH!

Desah Edwin akhirnya menguar setelah hidung Bisma tak sengaja mengusak noktah hitam yang ada di dadanya. Dan setelah mendengar desah dari sang kekasih, Bisma mengangkat wajah. Sebuah seringai terbit di wajahnya sesaat setelah ia mengetahui bahwa di sinilah titik sensitif yang dimiliki oleh Edwin.

Maka kemudian, kedua tangan yang sejak tadi ai gunakan untuk menumpu pergerakannya, ia alihkan sepenuhnya untuk menjamah buah dada milik Aswin.

“ngghh! Bi.. j-jangan di remes.. Ah! Bi..” desah Edwin saat Bisma dengan nakalnya memainkan kedua dada itu.

Meremasnya, kadang memijat dengan sensual, lalu memainkan kedua puting milik Edwin dengan jemarinya.

Melihat sang kekasih yang sudah on, Bisma tak membuang kesempatan. Pemuda itu lantas mendekatkan wajahnya, lalu mulai bermain-main di titik sensitif Edwin dengan mulutnya.

“Hah! B-bi! Ngghhhhh” Edwin mendongak, matanya terbuka lebar saat merasakan benda hangat menyentuh putingnya.

Cengkeraman Edwin pada sprei kini beralih kepada rambut Bisma, berusaha menjauhkan kepala itu dari sana. Namun sia-sia, Bisma justru bermain dengan nakal sekali di sana, tidak mau melepaskannya barang sedetik pun.

Nghhh.. ssh-Bi!.. ah! jangan digigitin!-shhh

Ah! B-bi.. j-jangan! mmmh...

Tubuh Edwin yang sudah terasa begitu panas, bergerak tidak karuan. Ia terus bergerak ke segala arah, berusaha mencari pelampiasan.

Baik Bisma maupun Edwin, keduanya sudah sama-sama tegang. Bagian bawah tubuh mereka sudah sama-sama bangkit sepenuhnya. Menimbulkan sensasi sesak yang sangat perlu dibebaskan.

Tangan kanan Bisma yang sudah menganggur, perlahan turun ke bawah, berusaha menggapai titik sensitif Edwin yang lain.

“AH! Bi! Ah!!” pekik Edwin saat ia merasakan tangan Bisma sudah menggenggam kejantanannya.

Bisma sepertinya sudah tidak sabar. Sebab dalam waktu sekejap saja, Bisma sudah berhasil menanggalkan boxer serta celana dalam yang Edwin kenakan.

Dan otomatis, Bisma langsung menggenggam kejantanan Edwin, mengurutnya perlahan, maju mundur, menimbulkan sensasi nikmat yang begitu memabukkan.

Mendapat stimulus yang sebegitu nikmatnya, membuat tubuh Edwin bergerak tidak karuan. Tubuhnya ia gerakkan maju-mundur, berusaha mencari titik kenikmatan.

“Bi.. ahh.. please.. please..” rengek Edwin.

Pemuda itu sudah tidak perduli bagaimana wujudnya saat ini. Yang pasti, ia sudah berantakan karena Bisma.

Sedangkan Bisma yang sudah dikuasai oleh hasratnya, tak memperdulikan ucapan Edwin. Ia terus saja bermain dengan dada Edwin sambil mengocok kejantanan milik kekasihnya itu.

Tubuh Edwin semakin panas saja. Perutnya terasa bergejolak, pertanda pelepasannya semakin dekat.

“Bi! please.. a-ku mau keluar-ngghhh!”

Bagai mendengar lampu hijau, Bisma pun mempercepat kocokannya pada penis Edwin, sambil terus menghisap kuat-kuat dada Edwin.

Hingga akhirnya, setelah beberapa saat, tubuh Edwin mengejang.

“Bi! ngg-Ahhhh!!!”

Edwin pun tiba pada puncaknya. Penisnya yang sejak tadi digenggam erat oleh Bisma, memuntahkan cairan putih yang mengotori perut dan tangan Bisma.

Edwin sampai terengah-engah. Wajah nya kelihatan lelah bukan main. Padahal sejak tadi, Bisma lah yang melakukan semuanya.

Melihat Edwin yang berantakan membuat nafsu Bisma semakin meledak-ledak. Tonjolan besar tercetak jelas di celana yang masih ia kenakan.

Bisma pun melepaskan celana itu dari tubuhnya. Membuat kejantanan nya yang sedari tadi terkurung, kini menjulang bebas.

Besar.. besar sekali..

Bisma pun menurunkan tubuhnya kembali. Memposisikan tubuhnya mengungkung Edwin.

“Win.. aku.. beneran boleh?” tanya Bisma lagi. Walau sudah terkendali efek obat yang ia minum tadi, Bisma masih punya kewarasan untuk bertanya kesediaan Edwin.

Sebab bagaimana pun, hubungan seperti ini harus dilandasi persetujuan dan kesanggupan dari kedua belah pihak, dan Bisma tidak boleh egois.

Melihat Edwin yang terdiam, membuat Bisma berpikir, mungkin Edwin belum siap.

“Kalo nggak boleh, gapapa.. aku bisa beresin sendiri..” ujar Bisma sambil tersenyum. Pemuda itu lantas hendak pergi menjauh dari Edwin.

“Boleh Bi,” sahut Edwin tiba-tiba, yang sukses membuat Bisma menatap Edwin kembali.

Edwin suguhkan sebuah senyum kepada Bisma, ia usap sisi wajah Bisma, seraya berkata, “boleh Bi.. aku juga mau..” ucapnya.

Setelah mendengar jawaban Edwin yang sangat yakin itu, Bisma tersenyum puas. Ia lantas mencium bibir Edwin, “kalau gitu, aku siapin kamu dulu ya..” ujarnya yang dibalas anggukan oleh Edwin.

Bisma lepaskan ciuman dari bibir Edwin, lalu mengalihkan atensinya ke arah lubang anal milik sang kekasih.

Ia sentuh sekitar anal Edwin, yang membuat Edwin menggeram rendah, lalu mulai mencari celah untuk memasukkan jarinya ke dalam sana.

he'em-ngah!!

Cengkeraman Edwin pada sprei mengerat seiring erangan vokal menguar dari mulutnya saat telunjuk Bisma tiba-tiba melesak masuk ke dalam lubang anal miliknya.

Edwin memejamkan mata. Sesak, sesak sekali rasanya, padahal baru satu jari yang masuk ke dalam tubuhnya, tapi sensasinya sudah seperti ini.

“Bi.. s-sakit.. ngh!” rengek Edwin.

Bisma usap dengan lembut sisi wajah Edwin setelah kekasihnya itu merintih kesakitan, “maaf ya sayang.. tahan bentar..” ujarnya menenangkan.

Setelah di rasa Edwin mulai rileks, Bisma pun mulai menambahkan jemarinya untuk masuk ke dalam sana.

“mmh.. nghh..” rengek Edwin lagi saat merasakan dua jari Bisma sudah bersemayam di lubang hangatnya.

Bisma pun mulai menggerakkan jemarinya. Membuat gerakan memotong, berusaha melonggarkan lubang anal Edwin.

Sejujurnya, Bisma sudah tidak sabar untuk menggempur kekasihnya itu. Tubuhnya sejak tadi sudah panas tidak karuan. Kejantanannya sudah terlampau keras, sangat ingin dipuaskan.

Walau begitu, Bisma tidak boleh gegabah. Bagaimanapun, kesanggupan Edwin adalah segala-galanya bagi Bisma. Dan itu adalah mutlak, tidak bisa diganggu gugat.

“h-HAH! nghhh!! Bi!!” pekik Edwin saat ujung jemari Bisma tak sengaja menyentuh pusat kenikmatan tubuhnya.

Tubuh Edwin langsung melengkung, terkejut akan rasa nikmat yang tak pernah bisa ia bayangkan.

Found It!, batin Bisma.

Bak seorang juara yang memenangkan kompetisi, Bisma merasa begitu puas melihat kekasihnya seperti ini.

Di tambah lagi, Bisma bisa melihat dengan jelas cairan precum yang kini sudah membasahi lagi penis milik Edwin.

jleb!

“AH! Bi!!”

jleb! jleb!

“Ng-Ahh! Bi! Lagi! Lagi!”

jleb!!

“HAHHH!!!”

Kamar bernuansa hitam itu sarat akan erangan vokal dari Edwin setelah Bisma menumbuk berkali-kali pusat kenikmatan nya. Seiring precum semakin banyak membasahi penisnya.

Setelah di rasa anal Edwin sudah longgar dan siap untuk ia gagahi, Bisma pun mengeluarkan jemarinya dari dalam sana.

Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke arah Edwin, lalu membubuhi kecupan singkat di bibir kekasihnya itu.

Edwin tak lagi mampu bereaksi. Tubuhnya sudah lemas karena pelepasan nya tadi, di tambah stimulus yang diberikan oleh Bisma begitu memabukkan.

Setelah mencium singkat bibir Edwin, Bisma pun bergerak menuju nakas, ia ambil kondom dan lubricant yang memang sudah ia dan Edwin siapkan di sana. Ya.. jaga-jaga lah. Kalau-kalau momen seperti ini terjadi, mereka sudah siap duluan.

Bisma gigit bungkus kondom itu, lalu memakaikan ke penis nya yang sudah menegang sempurna dengan precum yang menghiasi kepala nya.

Lalu ia tuangkan lubricant di tangannya. Ia kocok penisnya singkat, sebelum kembali mendekat pada tubuh Edwin.

“Sayang.. aku beneran boleh?” tanya Bisma lagi.

Edwin yang sudah teler hanya bisa memberi anggukan singkat, “boleh Bi.. aku siap kok..” ujarnya.

Maka Bisma membubuhkan kembali ciuman singkat di bibir Edwin, “makasih ya Sayang.. maaf aku bikin kamu sakit..” bisiknya.

Setelah mendapat izin final dari Edwin, Bisma pun memposisikan penisnya di depan lubang anal milik kekasihnya itu.

Lalu, dengan perlahan, ia dorong penisnya memasuki lubang kenikmatan itu.

Saat kepala penis nya mulai bergerak masuk, Edwin otomatis mencengkeram kuar-kuat bahu Bisma.

“nghhh.. Bi, s-sakit..” rintih Edwin.

Memang sakit. Sakit sekali rasanya. Padahal baru kepala penis Bisma yang memasuki lubangnya.

Tak terasa, air mata meleleh di wajahnya. Membuat Bisma merasa khawatir dengannya.

“Sssh.. sayang.. maaf ya..” ujar Bisma sambil mengecup dahi Edwin, “aku udahan aja ya?” tanya nya lagi.

Edwin menggeleng ribut, “nggak Bi.. jangan.. aku gapapa kok..” tolaknya.

Baiklah. Bisma pun mengikuti permintaan Edwin. Ia lanjut memasukkan penisnya hingga akhirnya seluruh bagian penis itu masuk sepenuhnya di sana.

Bisma pun membiarkan penisnya bersemayam di sana. Membiarkan Edwin terbiasa dengan sensasi menyesakkan itu.

Barulah kemudian, setelah beberapa saat, Edwin akhirnya mengangguk, yang artinya Bisma sudah mendapat akses untuk bergerak.

Dan akhirnya, Bisma pun bergerak.

Melesakkan penisnya masuk, mengeluarkan nya lagi, begitu terus, berulang-ulang secara konstan. Di susul desah dan erangan Edwin yang semakin vokal saja.

“ah! Bisma.. ah! nghh..”

“ah.. emh.. eunghh!”

Bisma terus menggenjot tubuhnya maju mundur. Memenuhi anal Edwin dengan penis besarnya.

Sedangkan Edwin tak mampu berbuat apapun selain mengerang dan menggeliat keenakan.

“Ah! Bi, f-faster please.. enak banget, mmhh”

“As you wish sayang.. ngh! k-kamu sempit banget nghh..”

Rasanya Bisma bisa terbang ke angkasa. Lubang anal Edwin sempit sekali. Dan hal itu sukses membuat Bisma keenakan.

Bisma dekatkan wajahnya pada Edwin, ia ciumi wajah kekasihnya itu sambil terus menggenjot penisnya agar melesak semakin dalam di sana.

mmphh! mmh.. ssshh-ahh!

Desahan panas di ruangan itu semakin kencang saja. Hingga membuat suasana kamar itu semakin panas.

Bisma menarik penisnya keluar dari anal Edwin, lalu sekuat tenaga menghentakkan masuk ke dalam sana.

“NGAHHH!!!”

Tubuh Edwin melengkung bagai busur panah saat penis Bisma telak menumbuk pusat kenikmatannya.

Disusul dengan keluarnya kembali sperma dari penis Edwin, he come untouched, hanya karena stimulus Bisma.

Melihat itu, Bisma justru semakin bersemangat.

Ia percepat hentakannya pada tubuh Edwin.

“Ah! Sayang! ngh, enak bangethh!” erang Bisma sebab anal Edwin yang terasa semakin menyempit.

Bisma pun mempercepat gerakannya kembali.

jleb! jleb! jleb!

ahh! ng-ahhh! mmh-Ahh!!

Wajah Bisma semakin mengerut saat ia merasa segera tiba di puncaknya.

Ia bungkam bibir Edwin dengan mulutnya sendiri, seraya menghentakkan kuat-kuat penisnya.

Satu..

Dua...

Tiga hentakan. Sampai akhirnya,

“Nghhhh! Edwin-AHHHHHH!!!!”

CROT!!

Bisma menyatukan tubuhnya dengan Edwin. Ia sembunyikan wajahnya dalam ceruk leher kekasihnya itu seiring cairan kental menyembur dalam anal Edwin.

Keduanya terengah-engah.

Edwin tatap wajah Bisma dengan pandangan sayu, begitupun Bisma.

Pemuda yang tadinya membara itu kini sudah terpuaskan setelah mencapai klimaks nya.

Bisma sandarkan dahinya pada milik Edwin, menyuguhkan sebuah senyum singkat, seraya berbisik manis, “makasih banyak ya ayang..” yang dibalas anggukan manis oleh Edwin.

***

“Ayang.. kamu beneran gapapa kan? Ayang? Jawab dong.. huhu, aku takut nih..”

Pagi harinya, setelah efek viagra yang Bisma minum telah hilang sepenuhnya, Bisma jadi parno sendiri kepada Edwin.

Sejak pagi, Bisma sudah bertanya kepada Edwin berkali-kali tentang kondisinya. Jujur, Bisma takut sekali Edwin kenapa-napa karena ulahnya.

Sedangkan Edwin hanya bisa tertawa geli melihat tingkah kekasihnya itu. Ia senang sekali melihat Bisma sedemikian perhatian kepadanya.

“Aku gapapa kok Bi, beneran.” sahut Edwin sambil tersenyum, “cuma sakit aja bokong aku.. sisanya gapapa, kan ada kamu di sini..” ujarnya menenangkan.

Bisma tampak menghela nafas, “aku minta maaf ya ayang ya..” ujarnya lagi, “kamu mau apa deh, aku turutin pokoknya ya..” imbuhnya sambil terus memandang khawatir kepada Edwin.

Edwin tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengeratkan pelukannya kepada Bisma.

Ia angkat wajahnya, seraya tersenyum kepada Bisma, “aku mau dimandiin sama kamu, hehe” ujarnya.

“Dimandiin? Udah? Itu aja?” tanya Bisma yang dibalas anggukan oleh Edwin.

Maka Bisma pun tertawa, “oke siap! Perintah Ayang Mbeb akan aku turutin!” ujarnya bersemangat.

Bisma lantas bergerak cepat. Ia angkat tubuh Edwin ke dalam pelukannya yang sontak disambut pekikan kaget oleh Edwin.

“Bi ih pelan-pelan, nanti aku kalo jatuh gimana??” tanya nya panik.

“Enggak bakal yaaang. Kamu tenang aja deh,” ujarnya sambil mencuri kecupan singkat di pipi Edwin, “yuk, kita mandiiii,” imbuhnya sebelum ia berjalan cepat menuju kamar mandi. Membersihkan tubuh keduanya hasil bergumulan semalam.

cr. bwuniverr

bisma edwin, oneshot rated!

Tag(s)! : dirty talk, have a lot of vulgar scene, blowjob, nipple play, kissing, fingering, multiple orgasm, banyak kata-kata kasar. Intinya ini jorok, jorok, jorok. be wise reader ya sobat.


Edwin memandang sangsi ke arah Bisma yang sedang berjalan mendatanginya dengan kedua mata yang kelihatan sayu

Bisma kenapa sih? batin Edwin.

bisma edwin, oneshot rated!

Tag(s)! : dirty talk, have a lot of vulgar scene, blowjob, nipple play, kissing, fingering, multiple orgasm, banyak kata-kata kasar. Intinya ini jorok, jorok, jorok. be wise reader ya sobat.